JAKARTA, iNews.id - Pamor tanaman hias Janda Bolong dengan nama latin monstera adansonii mencuat. Kondisi tersebut tak lain Setelah harga varietas monstera adansonii variegated meroket puluhan juta bahkan ratusan juta rupiah.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai, meroketnya harga tanaman hias janda bolong disebut fenomena gelembung economi (bubble economy). Dia menyebut, fenomena ini mirip dengan meroketnya harga bunga Tulip di Belanda.
"Fenomena ini disebut sebagai gelembung ekonomi (bubble economy) dimana harga suatu barang jauh dari nilai intrinsiknya. Dalam sejarah bubble economy, pertama kali dicatat pada tahun 1637 saat harga bunga Tulip dihargai 3.000 sampai 4.200 gulden di Eropa," kata Bhima saat dihubungi, Selasa (28/9/2020).
Di Indonesia, menurut dia, fenomena ini terjadi berulang kali. Misalnya, ikan louhan, tanaman anthurium, hingga batu akik. Biasanya, konsumen bertindak irasional dengan membayar harga mahal.
Bhima mengatakan, di balik mahalnya harga barang itu biasanya terdapat spekulan yang menggoreng harga karena jumlahnya yang sedikit.
"Sekarang bisa terjadi lagi ketika tanaman hias seperti monstera atau janda bolong harganya selangit. Perlu diselidiki, siapa yang bermain di belakang fenomena ini? Yang jelas spekulan selalu menciptakan produk untuk dipermainkan," ucapnya.
Di kalangan tanaman jenis monstera, saat ini ada beberapa yang harganya melambung. Monstera obliqua dihargai Rp25-Rp30 juta per lembar daun. Bahkan, monstera mint dan deliciosa bisa laku Rp50 juta per lembar daun.