JAKARTA, iNews.id - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat kerugian ekonomi akibat kemacetan mencapai Rp77 triliun per tahun. DKI Jakarta menjadi kota penyumbang kerugian ekonomi terbanyak sebesar Rp65 triliun.
Sementara Semarang, Bandung, Medan, Surabaya dan Makassar sebesar Rp12 triliun per tahun. Kasubdit Angkutan Perkotaan, Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Tonny Agus Setiono mengatakan, kerugian tersebut mencakup banyak hal, misalnya sparepart-nya, bahan bakar yang terbuang sia-sia, waktu yang terbuang dan lainnya.
"Kemarin Senin dari Gambir naik taksi biasanya dari Gambir ke kantor Rp18.000 sampai Rp20.000. Begitu macet membengkak sampai Rp30.000. Itu berarti kan biaya saya bertambah karena macet. Itu penjumlahan dari seluruh masyarakat yang merasakan macet," katanya di Kantor Kemenhub, Jakarta, Selasa (27/6/2023).
Kasubdit Pendanaan dan Pengawasan Angkutan BPTJ Ghoefron Koerniawan menjelaskan bahwa kerugian juga terjadi dari sisi biaya pemakaian kendaraan, tetapi dampak akibat emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan juga diperhitungkan.
"Kemudian banyak emisi yang keluar di mana-mana, kemudian menyebabkan orang sakit, biaya perawatan dan sebagaimana termasuk konsekuensi perawatan kendaraanyang seharusnya belum masuk bengkel tapi karena kemacetan perlu ada komponen yang harus dicek dan diperbaiki," ujar Ghoefron.
Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa saat ini pemerintah fokus terhadap pembangunan transportasi publik untuk mengurangi emisi udara dan efek lainnya.
"Sehingga pemerintah concern membangun public transport yang baik, sehingga tadi kemacetan berkurang, kemudian emisi juga berkurang dan efek-efek berikutnya. Itu yang bisa kita hemat untuk membangun yang lebih baik dan alokasi yang bermanfaat buat masyarakat," ucapnya.