JAKARTA, iNews.id - Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengakui pemerintah kebablasan membiarkan harga minyak goreng dalam negeri bergantung pada harga crude palm oil (CPO) internasional. Menurutnya, kenaikan harga CPO membawa berkah bagi petani sawit, namun juga membuat minyak goreng menjadi mahal.
"Saya akui kebablasannya pemerintah itu membiarkan minyak goreng ketergantungan dengan harga CPO internasional. Dan pemerintah harus mengambil keputusan sekarang," kata dia dalam diskusi yang digelar Indef, Kamis (3/2/2022).
Oke menjelaskan, tinggi harganya minyak goreng saat ini merupakan anomali. Kebutuhan dunia yang tinggi tidak diimbangi dengan ketersediaan, di mana pasokan menurun gara-gara pandemi Covid-19.
Meskipun Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sawit terbesar di dunia, namun produk turunan sawit seperti minyak sawit mengikuti harga pasar dunia karena produk ini sudah dihilirisasi sejak 2012.
Oleh karena itu, pemerintah saat ini menerapkan berbagai kebijakan untuk melepas belenggu ketergantungan tersebut. Caranya, mulai dari menyediakan minyak goreng kemasan sederhana, menetapkan minyak goreng satu harga hingga menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
Yang pasti, kebijakan pemerintah dilakukan untuk kesejahteran masyarakat, petani sekaligus pengusaha di industri kelapa sawit khususnya minyak goreng.
"Pastinya yang pertama, jangan sampai ganggu petani. Kedua, jangan sampai ganggu tatanan perdagangan internasional sawit. Tapi di sisi lain, masyarakat butuh harga terjangkau, ini yang kita pikirkan. Dan harus segera kebijakannya, enggak bisa menunggu," tutur Oke.