JAKARTA, iNews.id - Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) meminta pemerintah menjamin keberlangsungan bisnis televisi Free to Air (FTA). Hal ini seiring pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang mendorong migrasi ke televisi digital.
Ketua Umum ATVSI Syafril Nasution menuturkan, dengan banyaknya siaran televisi, iklim kompetisi menjadi semakin ketat. Apalagi, investasi di industri televisi sangatlah besar sehingga perlu adanya kebijakan yang menjamin kepastian berusaha.
"Kami berharap dengan UU yang baru nanti, televisi-televisi eksisting ini tidak menjadi seperti kata Pak Menteri menjadi sunset atau menjadi suatu bisnis yang mati karena begitu besarnya investasi ditanamkan di televisi ini," tutur Syafril dalam diskusi online, Selasa (9/6/2020).
Dia menilai, televisi FTA merupakan industri padat modal di mana pengeluaran besar namun pemasukan hanya mengandalkan iklan. Dengan kondisi, pandemi corona saat ini, industri ini terdampak cukup serius karena kebergantungannya terhadap iklan.
“Industri televisi sendiri merupakan industri yang padat modal, besar modalnya namun pemasukannya memang hanya bertumpu kepada iklan. Sementara para penonton atau pemirsa televisi tidak seperti telepon yang pemakaiannya berbayar. Televisi ini kita nonton gratis. Karena ini memang bebas ditangkap oleh semua signal," ujar dia.
Dia memaparkan, siaran televisi FTA terbukti masih menjadi pilihan masyarakat. Saat ini saja Indonesia menjadi pemilik siaran televisi FTA terbanyak di dunia. Tercatat per hari ini terdapat 2.271 siaran televis dalam negeri.
“Kita juga tidak dapat menghindari kemajuan teknologi. Sekarang saja sudah ada 120 izin yang diterbitkan untuk televisi berbasis digital. Artinya begitu besar jumlah televisi di Indonesia, kita masih merupakan negara yang memiliki televisi terbanyak di dunia,” kata Syafril.