JAKARTA, iNews.id - Pemerintah mendapatkan catatan penting dalam menggenjot ekonomi Indonesia pada kuartal III dan IV. Ekonom Indef Eko Listiyanto mengatakan pertumbuhan ekonomi negatif bisa menyebabkan harga bahan komoditas seperti beras naik di akhir tahun.
Ini seiring data nilai tukar petani nasional (gabungan) per Juli 2020 sebesar 100.9. Angka ini turun drastis dari posisi 104,16 pada Januari 2020. Begitu pun dengan nilai tukar petani sub tanaman pangan turun dari 104.21 menjadi 100.17, sub tanaman hortikultura dari 105.15 menjadi 99,17, sub pekebun rakyat turun dari 107,43 menjadi 100.19 dan sub nelayan dari 101,11 menjadi 100,01.
"Sudah menjadi siklus tahunan bahwa akhir kuartal IV (Desember) dan awal separuh kuartal I (Jan-Feb) harga beras berada pada level tertinggi. Ini disebabkan pada periode tersebut berada pasa musim tanam raya," ujar Eko dalam acara diskusi virtual, Kamis (6/8/2020)
Dia menuturkan harga komoditas yang diterima petani turun. Di sisi lain kebutuhan hidup rumah tangga petani terus meningkat. Ini terlihat dari indeks konsumsi rumah tangga petani yang meningkat dari 105 menjadi 105,75 (Juli 2020).
"Pertumbuhan minus pada sisi konsumsi ini yang pertama kali selama era reformasi padahal 57,85 persen, perekonomian sangat bergantung dari laju konsumsi rumah tangga," katanya.
Dia menambahkan posisi konsumsi rumah tangga minus, maka sangat mengganggu terhadap keseluruhan dari komponen pembentuk PDB.
"Menjaga agregate demand dengan menjaga daya beli masyarakat. Program- program yang menstimulus permintaan, terutama rumah tangga petani harus diusahakan oleh pemerintah, seperti bansos dan padat karya. Dari sisi suplai, pasokan kebutuhan primer dan setidaknya tersier harus dijaga kuantitasnya dengan prinsip ketepatan harga dan tepat jumlah," ujarnya