LONDON, iNews.id - Sebelum Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May mengumumkan, Rusia kemungkinan besar menjadi dalang di balik upaya pembunuhan terhadap mantan agen Sergei Skripal, Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson lebih dulu mengatakan Rusia terlibat.
Mantan agen Rusia, Sergei Skripal (66), dan putrinya, Yulia (33), ditemukan tak sadarkan diri di bangku taman pusat perbelanjaan di Salisbury, Inggris, pada 4 Maret 2018.
Skripal dan putrinya diserang menggunakan Novichok, zat kimia yang dikembangkan oleh Rusia. Kini mereka dalam kondisi kritis.
"Kami setuju bahwa mereka (Rusia) yang bertanggung jawab, mereka yang melakukan kejahatan dan mereka yang memerintahkannya harus siap menerima konsekuensi yang serius. Kami menunjukkan solidaritas bersama sekutu kami di Inggris dan akan terus berkoordinasi memberikan respons," kata Tillerson, seperti dikutip dari BBC, Rabu (13/3/2018).
PM May juga telah berbicara dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait indikasi percobaan pembunuhan yang dilakukan Rusia. Senada dengan AS, Prancis sepakat agar Inggris merespons ancaman Rusia tersebut.
"PM May dan Presiden Macron membahas pola perilaku agresif Rusia yang meluas dan sepakat bahwa penting untuk terus bertindak dalam kesepakatan dengan sekutu untuk mengatasinya," ucap juru bicara May.
Melihat semua tudingan tersebut, Rusia tidak tinggal diam. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Rusia, Maria Zakharova, mengatakan, pernyataan May itu merupakan pertunjukan sirkus di parlemen Inggris.
Dia juga menyebut pernyataan May bermotif politik untuk memprovokasi.
"Ini adalah pertunjukan sirkus di parlemen Inggris. Kesimpulannya sudah jelas, ini adalah informasi dan kampanye politik lain, berdasarkan sebuah provokasi," kata kantor berita TASS, mengutip Zakharova.
Sebelumnya, ketika ditanya apakah Rusia bertanggung jawab atas serangan terhadap Skripal, Presiden Vladimir Putin mengatakan kepada BBC, "Temukan hal-hal yang paling dasar di masalah itu, maka kita akan membahasnya," ujar Putin.