JAKARTA, iNews.id - Konflik China dan Taiwan tak bisa dilepaskan dari perang saudara pada 1945. Perang paling mematikan memperebutkan kekuasaan antara kelompok nasionalis Kuomintang, yang berada di bawah kendali Chiang Kai Shek, melawan komunis, pimpinan Mao Zedong itu merenggut sekitar 9 juta nyawa.
Usai kemenangan pada 1949, Mao Zedong menjadi pemimpin di China Daratan dan mendeklarasikan berdirinya Republik Rakyat China, menggantikan pemerintahan Republik China yang telah ada lebih dulu.
Sementara itu, kubu Kuomintang melarikan diri ke Taiwan. Situs resmi pemerintah Taiwan mengungkap, sekitar 1,2 juta orang pindah dari daratan China ke Taiwan pada 1949. Pemerintahan Republik China (Republic of China/ROC) pun turut pindah ke Taiwan.
Banyak pihak menyebut era kepemimpinan Mao adalah masa-masa paling kelam di Negeri Tirai Bambu. Melihat China jatuh ke tangan komunis, Amerika Serikat (AS) tak tinggal diam dan berupaya membantu Taiwan.
Bagi China, Taiwan tak ubahnya seperti pulau yang hilang karena berbagai ketegangan dan peperangan yang pernah terjadi di masa lalu. Keyakinan serupa muncul dari para pemimpin China yang menganggap negaranya akan sangat makmur jika Taiwan kembali ke pangkuan.
Oleh karena itu, unifikasi Taiwan-China adalah mimpi besar yang terus berusaha dicapai.