Ini Negara-Negara di Dunia yang Jadikan Tikus sebagai Menu Makanan

Nathania Riris Michico
Tikus jadi menu makanan di beberapa negara. (Foto: Getty Images)

JAKARTA, iNews.id - Sebelum tidur, pastikan tak ada makanan yang tertinggal di meja makan atau di lantai. Jika tidak, makanan itu akan jadi santapan tamu tak diundang, tikus.

Sekilas saja melihat hewan pengerat muncul, banyak orang bisa langsung merasa jijik dan mengajukan komplain ke pemerintah daerah, New York contohnya, yang tengah berupaya mengatasi ‘krisis tikus’ di kota tersebut.

Namun tikus tak selalu dibenci. Bahkan, di beberapa negara di dunia, tikus malah tergolong makanan lezat.

Setiap tahun pada 7 Maret, di sebuah desa terpencil di perbukitan di timur laut India, suku Adi merayakan Unying-Aran, festival unik yang manjadikan daging tikus sebagai bintangnya. Salah satu makanan favorit Adi adalah sup bernama bule-bulak oying, yang terbuat dari perut, usus, hati, testikel, dan janin tikus; semua direbus jadi satu bersama dengan ekor dan kaki tikus, ditambah garam, cabai, dan jahe.

Semua jenis tikus diterima oleh komunitas ini, dari tikus rumahan yang sering terlihat di permukiman sampai tikus hutan.

Victor Benno Meyer-Rochow, dari Universitas Oulu, Finlandia, mewawancarai beberapa anggota suku Adi untuk penelitian tentang tikus sebagai sumber makanan. Warga suku Adi menyebut kaki dan buntut tikus sangat dihargai karena rasanya yang enak.

"Daging tikus adalah daging terbaik dan terenak yang bisa mereka bayangkan," kata warga pada Meyer-Rochow, seperti dilaporkan BBC.

“Mereka bilang, ‘Tak ada pesta, tak ada kebahagiaan jika tanpa daging tikus: untuk menghormati tamu penting, pengunjung, atau kerabat, untuk merayakan acara khusus; semuanya hanya bisa dilakukan jika ada daging tikus',’” kata Meyer-Rochow, menirukan ucapan warga.

Saking disukainya, daging tikus bukan hanya menjadi menu.

“Hadiah berupa tikus, (yang sudah) mati tentu saja, juga penting untuk memastikan keluarga mempelai perempuan tetap senang meski anak perempuan mereka meninggalkan keluarga dan bergabung dengan keluarga suami,” katanya.

Di hari pertama festival Unying-Aran, atau Hari Aman Ro, anak-anak akan menerima hadiah dua tikus mati, sama halnya seperti anak-anak mendapat kado Natal.

Masih sedikit informasi tentang bagaimana atau kapan orang-orang Adi menyukai daging tikus, namun Meyer-Rochow yakin tradisi ini cukup panjang, dan bukan karena mereka kekurangan pilihan daging untuk makanan.

Di hutan di sekitar desa, ada banyak hewan seperti kijang, kambing, dan kerbau. Namun suku Adi lebih suka pada rasa daging tikus.

“Mereka bilang, tak ada yang ‘mengalahkan tikus’,” ucap dia.

Meski seorang vegetarian, namun Meyer-Rochow kemudian mencoba daging tikus, rasanya sama seperti daging-daging lain yang pernah dia coba, hanya baunya yang berbeda.

“Saya jadi teringat saat pertama di laboratorium menjadi mahasiswa zoologi, membedah tikus untuk belajar tentang anatomi tulang belakang,” katanya.

Bukan hanya di India tikus menjadi menu makanan. Pembawa acara TV Inggris Stefan Gates sudah pergi keliling dunia dan bertemu dengan orang-orang yang menggunakan sumber makanan tak biasa.

Di luar kota Yaounde, di Kamerun, dia menemukan peternakan kecil tikus tebu, spesies yang menurutnya, mirip seperti anjing kecil, pemarah, dan buas. Buas, tapi juga lezat.

Menurut Gates, tikus ini merupakan hidangan spesial karena lebih mahal dari ayam atau sayuran.

Seperti apa rasanya?

“Daging terlezat yang pernah saya makan seumur hidup saya,” katanya.

Gates ingat, daging tikus tersebut direbus dengan tomat.

Dia menyebut teksturnya sangat lembut, lembut, empuk, dan lezat, sup daging tikus tersebut sangat kental dan kenyal, dengan lapisan lemak yang lumer dengan pas,” kata Gates.

Di negara bagian Bihar di India, Gates menghabiskan waktu dengan kasta Dalit, salah satu kasta termiskin di India. Orang-orang yang dia temui, oleh warga setempat, dijuluki ‘pemakan tikus’.

Mereka menggarap lahan milik juragan tanah yang kaya dan berasal dari kasta lebih tinggi agar bisa menangkap tikus yang menjadi hama lahan.

Gates mengaku bahwa tikus-tikus kecil ini sangat lembut dan rasanya mirip seperti ayam kecil atau burung dara. Satu-satunya yang kurang mengenakkan adalah bau rambut terbakar. Untuk menghindari daging atau kulit terbuang, maka tikus dipanggang secara utuh, untuk membakar bulunya.

"Dan proses ini menghasilkan bau yang luar biasa busuk dan ada rasa pahit di bagian kulitnya. Tapi bagian dalamnya baik-baik saja. Daging dan kulit di bagian dalam tikus benar-benar lezat,” kata Gates.

Sejarah manusia makan tikus sudah ada sejak beberapa abad lalu. Menurut penelitian akademis dari Universitas Nebraska, Lincoln, tikus menjadi makanan pada Dinasti Tang (618-907 M) dan disebut “rusa rumahan”.

Salah satu hidangan khas Dinasti Tang adalah anakan tikus yang diisi dengan madu sehingga bisa dengan mudah dimakan menggunakan sumpit.

Sampai 200 tahun lalu, kiore atau Rattus exulans, kerabat dekat tikus rumah, dimakan oleh banyak etnis Polynesia, termasuk bangsa Maori dari Selandia Baru.

“Di masa pra-Eropa, Pulau Selatan Selandia Baru adalah sumber utama kiore, yang diawetkan dan dimakan dalam jumlah besar, terutama pada musim dingin,” kata Jim Williams, peneliti dari Universitas Otago di Selandia Baru.

Menurut Ensiklopedia Selandia Baru, kiore adalah hidangan untuk menjamu tamu, dan bahkan digunakan sebagai mata uang, ditukarkan pada upacara pernikahan.

Peneliti dari Institut Penelitian Beras Internasional di Filipina (IRRI), Grant Singleton mengatakan tikus juga secara reguler dimakan di Kamboja, Laos, Myanmar, sebagian Filipina, Indonesia, Thailand, Ghana, China, dan Vietnam.

Singleton mengaku sudah makan daging tikus sedikitnya enam kali di Delta Mekong, Vietnam. Dan rasanya?

“Kalau tikus sawah, rasanya lebih tebal, seperti kelinci,” katanya.

Singleton juga pernah makan tikus di dataran tinggi Laos dan di delta di Myanmar. Di Laos, menurutnya, petani di provinsi dataran tinggi di utara bisa mengidentifikasi sedikitnya lima spesies tikus dari rasanya.

Di Afrika, beberapa komunitas punya tradisi lama makan tikus. Di Nigeria, misalnya, tikus raksasa Afrika adalah favorit bagi semua kelompok etnis, kata Mojisola Oyarekua, dari Universitas Sains dan Teknologi Ifaki-Ekiti (Usti) Nigeria.

“(Tikus) dianggap hidangan istimewa dan lebih mahal jika dibandingkan dengan daging sapi atau ikan. Rasanya lezat dan bisa dipanggang, dikeringkan, atau direbus,” ujar dia.

Lalu, kenapa orang makan tikus? Karena kebutuhan?

Setelah mencicipi tikus di berbagai negara berbeda, Gates mengatakan bahwa orang memang memilih makan daging tikus daripada terpaksa karena minimnya pilihan.

Editor : Nathania Riris Michico
Artikel Terkait
Internasional
2 bulan lalu

Jumbo! Tikus Seukuran Kucing dengan Panjang 55 Cm Ditemukan di Inggris

Nasional
4 bulan lalu

Warga KBB Positif Terinfeksi Virus Hanta, Diduga Tertular dari Gigitan Tikus

Nasional
7 bulan lalu

Setelah Kepala Babi, Kantor Tempo Dikirimi Bangkai Tikus dengan Kepala Dipenggal

Bisnis
10 bulan lalu

Mentan Bagi-Bagi Sajadah dan Tikus ke Jajarannya di Peringatan Hari Antikorupsi

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal