KAMPALA, iNews.id - Pemerintah Uganda menggelar uji coba vaksin Ebola terbesar dalam upaya untuk mencegah meluasnya penyakit itu. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menetapkan wabah Ebola sebagai darurat kesehatan global.
Epidemi yang melanda Republik Demokratik Kongo yang berbatasan dengan Uganda menewaskan lebih dari 1.800 orang; menjadikan wabah ini sebagai penyakit paling banyak memakan korban.
Tingkat kematian dilaporkan mencapai hampir 70 persen.
Dilaporkan Associated Press, Selasa (6/8/2019), vaksin buatan perusahaan Johnson&Johnson itu dibagikan kepada para pejabat keshatan, sopir ambulans, tim penguburan, dan para pejabat kebersihan. Percobaan vaksin ini diperkirakan akan berlangsung selama dua tahun terhadap sekitar 800 orang di distrik Mbarara, barat daya Uganda.
Hingga kini belum ada pengobatan Ebola yang resmi, namun satu vaksin, yang dibuat perusahaan Merck, telah digunakan secara efektif pada akhir wabah yang merebak pada 2013 sampai 2016 di Kongo. Vaksi itu juga sudah digunakan untuk epidemi yang kini berlangsung.
Lebih dari 180 ribu orang telah menerima vaksin ini.
Namun pasokan vaksin itu tidak menentu dan para petugas kesehatan mengaku mereka masih kekurangan vaksin. Para pejabat menyerukan digunakannya vaksin buatan Merck dan Johnson&Johnson itu untuk memperbanyak jumlah orang yang bisa dilindungi dari wabah Ebola.
Namun sebagian pihak, termasuk bekas menteri kesehatan Kongo, menentang usaha itu. Menurutnya, dua jenis vaksin yang cara kerjanya berbeda hanya akan menyebabkan ketidakpercayaan akan vaksin di kawasan-kawasan tertentu.
Vaksin Merck diberikan dengan satu suntikan dan baru efektif dalam 10 hari, sedangkan vaksin Johnson&Johnson harus diberikan dua kali dengan selang dua bulan.