JAKARTA, iNews.id – Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung menambah daftar tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Seusai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Kamis (21/12/2017), Syafruddin ditahan.
”Ditahan untuk 20 hari pertama di rutan KPK,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Kamis (21/12/2017).
Syafruddin ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 25 April 2017. Syafruddin dianggap bertanggung jawab dalam kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik pengusaha Sjamsul Nursalim.
Dalam penyidikan KPK, doktor bidang ekonomi wilayah dan pembangunan ini diduga melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp3,7 triliun.
Atas perbuatannya, Syafruddin disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk diketahui, BDNI merupakan salah satu bank yang mendapat SKL BLBI senilai Rp27,4 triliun. Surat lunas tersebut terbit pada April 2004. Adapun aset yang diserahkan antara lain PT Dipasena, GT Petrochem, dan GT Tire.
Syafruddin pasrah terkait penahanannya. Dia mengaku akan menjalani seluruh proses penyidikan selanjutnya. "Ya saya kira akan menjalani dengan sebaik-baiknya karena saya patuh dengan seluruh aturan yang ada," kata Syafruddin di Gedung Merah Putih KPK.
Dia menjelaskan, penerbitan SKL BLBI terhadap sejumlah obligor ketika menjabat Kepala BPPN sudah sesuai aturan. Sebab, pada proses penerbitan SKL BLBI itu sudah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Sudah diaudit dan dikerjakan dengan sebaik-baiknya," kata dia.
Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan satu tersangka, yakni Syafruddin. Namun sejumlah orang telah dicegah bepergian keluar negeri. Pada 7 Desember 2017, KPK mencegah tujuh orang dari pihak swasta, yakni German Kartadinata, Yusuf Swasya, Mulyadi Gozali, Feri Laurentinus, Gozali, Laura Raharja, dan Maria Veronika.