MALANG, iNews.id – Berita pemindahan dua jenazah yang telah lama dikebumikan gara-gara keluarganya berbeda pilihan calon anggota legislatif (caleg) di Pemilu 2019 dengan pemilik tanah kuburan di Gorontalo sangat mengoyak rasa kemanusiaan. Peristiwa memilukan itu pun mendapat perhatian serius dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
“Kabar (pemindahan jenazah) ini sangat mengoyak rasa kemanusiaan. Betapa tidak, politik yang seharusnya menjadi sarana untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan justru mematikan rasa kemanusiaan itu sendiri,” ungkap Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU, Robikin Emhas, melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu (13/1/2019).
Menurut dia, politik kini seakan-akan hanya dipahami sebagai sarana mendapatkan kekuasaan. Tidak penting bagaimana cara meraihnya, Celakanya, kata Robikin, kesan penghalalan segala cara dalam meraih kekuasaan politik tidak hanya terjadi dalam perebutan kursi legislatif sebagaimana kasus pemindahan jenazah ke kuburan lain yang terjadi di Gorontalo, tapi juga dalam kompetisi pemilihan presiden (pilpres).
Dia pun mencontohkan, politisasi agama serta penggunaan berita palsu dan hoaks kerap dipakai sebagai mesin elektoral di Pilpres 2019. “Seakan tak peduli dampak yang ditimbulkan. Hubungan kekerabatan pecah, persahabatan retak, tetangga dikategorikan sebagai lawan. Semua disandarkan satu hal, yaitu kesamaan pilihan politik,” ucap Robikin.
Jika tidak segera dihentikan, kata dia, hal seperti itu dapat merusak kohesivitas sosial dan harmoni masyarakat. Ujungnya, ketahanan sosial dan persatuan serta kesatuan bangsa menjadi taruhannya. Robikin berpendapat, sebagai pesta demokrasi, pemilu seharusnya menjadi kegembiraan nasional. Layaknya pesta yang tak perlu ada satu pun gelas yang pecah.
“Semoga peristiwa memilukan pemindahan kuburan akibat beda pilihan politik di Gorontalo menjadi satu-satunya kejadian dan tak terulang di kemudian hari. Toh, politik adalah sarana pemanusiaan manusia,” ujarnya.
Sebelumnya, warga di Dusun II Desa Desa Toto Selatan, Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, harus memindahkan makam almarhum Masri Dunggio yang sudah 26 tahun dikubur dan kuburan cucunya, Siti Aisyah Hamsah, yang sudah setahun dikubur di sebuah lahan. Pemindahan makam kakek dan cucu itu hanya karena persoalan sepele, yaitu gara-gara keluarga almarhum berbeda pilihan politik dengan pemilik lahan, Awono, di Pemilu 2019.