JAKARTA, iNews.id - Tentunya ada beberapa alasan jepang menjajah Indonesia selama kurang lebih tiga setengah tahun. Penjajahan tersebut dimulai pada tanggal 8 Desember 1941 saat Jepang memulai serangan untuk mendirikan Persemakmuran Asia Timur Raya.
Serangan ini dimulai dengan pengeboman pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbor, Hawaii, yang menyebabkan Amerika Serikat terlibat dalam Perang Dunia II. Armada Jepang merapat di pantai utara Jawa Barat, dengan tujuan menguasai Indonesia. Saat itu lokasi tersebut merupakan sebuah wilayah yang sangat kaya sumber daya alam.
Penandatanganan kapitulasi Belanda kepada Jepang pada Maret 1942 menandai awal dari penjajahan Jepang di Indonesia. Penjajahan ini tentunya memiliki dampak besar pada ekonomi, politik, dan sosial Indonesia.
Setelah penandatanganan kapitulasi, pemerintahan jajahan Indonesia berpindah dari tangan Belanda ke Jepang. Pemerintah Jepang mencoba menggunakan informasi intelijen untuk membuat propaganda yang nantinya bisa menarik simpati masyarakat Indonesia.
Mereka sangat memperhatikan budaya lokal dan menemukan kaitan antara budaya tersebut dengan hal-hal gaib, seperti ramalan Joyoboyo bahwa bangsa berkulit kuning akan datang menggantikan bangsa berkulit putih. Propaganda Jepang menyebut mereka adalah “saudara tua” bangsa Indonesia dan ingin menjadikan kawasan Asia Pasifik sebagai negara besar.
Menginginkan dukungan rakyat Indonesia, Jepang kemudian mendirikan Gerakan 3A yang memiliki arti Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung Asia, dan Jepang Pemimpin Asia. Mereka juga mencoba memikat pemuda Indonesia untuk berpartisipasi dalam PETA, pasukan pembela tanah air yang mereka bentuk. Meskipun propaganda ini menarik perhatian awal, realitasnya ternyata sangat berbeda.
Untuk menjadi Negara yang memiliki Power di era perang dunia ke 2, tentunya jepang harus memiliki banyak sekali posisi strategis yang banyak menguntungkan Jepang, baik dari sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Inilah beberapa alasan jepang menjajah Indonesia.
Salah satu alasan kuat yang mendorong Jepang untuk menjajah Indonesia adalah kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh kepulauan ini. Indonesia adalah ladang kekayaan alam yang melimpah, terutama sumber daya berharga seperti minyak bumi.
Saat itu, Jepang sedang terlibat dalam Perang Dunia II, dan untuk mendukung industri perangnya, mereka sangat membutuhkan minyak bumi. Jepang mencari sumber minyak alternatif setelah bertengkar dengan Amerika Serikat dan sekutunya yang berdampak pada embargo atas minyak yang mereka impor.
Sumber daya alam lainnya, seperti karet, timah, tembaga, nikel, bauksit, dan rempah-rempah, juga menjadi daya tarik bagi Jepang. Sumber daya ini diperlukan untuk produksi bahan bakar, senjata, kendaraan, dan peralatan perang lainnya.
Jepang berharap bahwa dengan menguasai sumber daya alam Indonesia, mereka bisa mengurangi ketergantungan mereka pada impor dari negara-negara Barat yang mulai memberlakukan embargo terhadap Jepang.
Indonesia memiliki posisi geografis yang strategis di antara dua samudra, yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai jalur penting untuk transportasi dan komunikasi.
Jepang ingin menguasai wilayah ini untuk mengamankan jalur pergerakan pasukan mereka dan mengganggu jalur pasokan musuh mereka, terutama Inggris dan Amerika Serikat yang memiliki basis militer di Singapura, Australia, dan Filipina. Penguasaan Indonesia juga dapat membantu menghindari jatuhnya Indonesia ke tangan sekutu-sekutu Barat.
Jepang memiliki ideologi politik yang dikenal sebagai "Pan-Asianisme." Ideologi ini mengusung gagasan persatuan dan kerjasama antara bangsa-bangsa Asia. Jepang mengklaim bahwa tujuannya adalah untuk membebaskan Asia dari penjajahan Barat dan menciptakan "Asia Timur Raya" (Greater East Asia Co-Prosperity Sphere), suatu blok ekonomi dan politik yang dipimpin oleh Jepang.
Dengan janji kemerdekaan dan kemakmuran, Jepang berusaha memperoleh dukungan dan simpati dari rakyat Indonesia. Namun, dalam praktiknya, Jepang tetap menjalankan kebijakan yang otoriter dan eksploitatif terhadap Indonesia.
Pada abad ke-19, Jepang mengalami modernisasi yang signifikan. Mereka berubah dari negara feodal yang tertutup (dikenal sebagai "sakoku") menjadi negara industri yang maju. Modernisasi ini mendorong Jepang menjadi salah satu negara industri terkemuka di Asia.
Namun Jepang tidak memiliki sumber daya alam yang cukup untuk mendukung teknologi pertahanan yang sedang dibuat atau permasalahan yang dihadapi Jepang selama Perang Dunia II.
Ketika Jepang mulai pindah ke Asia Tenggara yang salah satunya Indonesia, mereka ingin menguasai sumber daya alam, terutama minyak bumi, agar mendukung perang Jepang dan membantu perekonomian mereka terhusus Industri Jepang. Selain itu, mereka berharap untuk mendirikan "Hakko Ichi-u," yaitu sebuah imperium di Asia dengan Jepang sebagai pemimpinnya.
Pemerintah Jepang membentuk berbagai lembaga dan organisasi untuk mengendalikan Indonesia. Mereka merestrukturisasi pemerintahan dengan pembagian wilayah kekuasaan antara angkatan darat dan angkatan laut Jepang.
Wilayah ini mencakup Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua. Hal ini juga mengarah pada perubahan dalam struktur administrasi lokal, di mana Jepang mengganti sejumlah nama dan hierarki pemerintahan.
Untuk memantau aktivitas rakyat, Jepang membentuk lembaga seperti Tonarigumi (RT dan RW versi Jepang) yang dimaksudkan untuk pengawasan ketat dan pengawasan kegiatan warga. Mereka juga menciptakan organisasi-organisasi propaganda, seperti Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), yang dipimpin oleh Bung Karno dan Bung Hatta untuk mengarahkan opini publik dan membujuk dukungan rakyat untuk mendukung Jepang. Namun, semua upaya ini semakin memperkuat kendali Jepang atas Indonesia.