JAKARTA, iNews.id - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami transaksi kasus dugaan tindak pidana korupsi yang membelit PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Total transaksi dalam kasus Jiwasraya terus bertambah hingga mencapai 55.000 transaksi.
Jaksa Agung ST Burhanuddin sebelumnya menyebut ada sebanyak 5.000 transaksi terkait kasus Jiwasraya. Namun, dalam perkembangan penyelidikan, penyidik Kejagung membedah sedikitnya ada 55.000 transaksi.
"Ini masih menelusuri faktanya. Transaksinya dari perkembangan ini dari 5.000 jadi 55.000 transaksi. Itu masih saham," kata JAMPidsus Adi Toegarisman di Gedung Bundar Kejagung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (13/1/2020).
BACA JUGA:
Mantan Dirut Jiwasraya Hendrisman Rahim Diperiksa 14 Jam di Kejagung
Soal Tersangka Kasus Jiwasraya, Jaksa Agung: 2 Bulan Kami Sudah Ketahui Pelaku
Kejagung Telusuri 5.000 Lebih Transaksi Terkait Kasus Jiwasraya
Dia meminta semua pihak bersabar terkait penyelidikan yang dilakukan Kejagung, yang nantinya berujung pada penetapan tersangka. "Jadi tolong diberi kami waktu bekerja. Kalian desak kapan tersangka, tolong dimaklumi dipahami ya. Diberi kesempatan. Kami akan konsisten menyelesaikan ini," ujarnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin memastikan dalam waktu dua bulan, Kejagung akan mengungkap siapa dalang di balik kerugian negara dalam kasus Jiwasraya ini. Burhanuddin berujar waktu dua bulan diambil karena kompleksitas dalam investigasi Jiwasraya ini.
"Transaksi yang terjadi hampir 5.000 transaksi lebih dan itu memerlukan waktu. Kami tidak ingin gegabah dan teman-teman dari BPK sangat membantu kami. Kami tidak bisa membuka terlebih dahulu karena kami ingin betul-betul fix bahwa kerugiannya sudah tahu," ujarnya di kantor BPK, Rabu (8/1/2020).
Dari hasil penyelidikan sementara, Burhanuddin mengungkapkan, kerugian negara yang ditaksir asuransi Jiwasraya mencapai lebih dari Rp13,7 triliun hingga Agustus 2019. "PT Jiwasraya sampai dengan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara Rp13,7 triliun. Ini merupakan perkiraan awal dan diduga akan lebih dari itu," kata Burhanuddin.