JAKARTA,iNews.id - Sidang lanjutan perkara PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor, Selasa (11/12/2018) menghadirkan Direktur Utama (Dirut) PT PLN Sofyan Basir dengan terdakwa mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih. Dalam kesaksiannya, Sofyan mengaku tidak ingin kepemilikan saham proyek PLTU Mulut Tambang Riau-1 dikuasai sepenuhnya oleh swasta.
PT. PJB sebagai anak perusahaan PLN berhak memiliki saham perusahaan konsorsium sebesar 51%. Ketentuan itu sesuai Perpres Nomor. 4 Tahun 2016 yang memungkinkan PT PLN bermitra dengan perusahaan swasta dengan syarat kepemilikan saham minimal 51%.
"Kalau Mulut Tambang ini (PLTU Riau-1) dimiliki 51 persen oleh PLN, maka selain PLN mengetahui harga pembangunan dan sebagainya dari proyek ini juga PLN mendapatkan deviden dari keuntungan pembangkit itu sendiri," ujar Sofyan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (11/12/2018).
Dia menuturkan, mekanisme penunjukkan langsung di PLN bertujuan memberikan penyaluran listrik secara merata untuk masyarakat Indonesia. "Kami melihat ini sebagai potensi dalam rangka mempertahankan tarif listrik secara nasional ke depan," tuturnya.
Dalam surat dakwan, Eni diduga membantu Johannes Budusutrisno Kotjo memfasilitasi pertemuan dengan Dirut PLN Sofyan Basir. Eni juga yang mengenalkan Johannes kepada Sofyan Basir sebagai pihak swasta yang berminat dalam proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Pada persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Eni menerima suap Rp4,75 miliar dari terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo. Uang suap tersebut diduga diberikan untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1.
Atas perbuatannya Eni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Umdang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Umdamg-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.