JAKARTA, iNews.id - Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (KESDM) mengaku timnya kesulitan memprediksi longsor di lereng Gunung Anak Krakatau. Timnya kemungkinan besar bisa mendeteksi seawal mungkin efek dari longsor tersebut.
"Pasang alat terdekat yang mau longsor. Kan seperti itu, dan kita memberi masukan ke BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) seperti itu. Kita itu kalau tidak bisa mendeteksi longsor ya kita deteksi efek dari longsor secepatnya, sedekat-dekatnya," kata Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Antonius Ratdomopurbo di Kantor ESDM, Jakarta, Kamis (27/12/2018).
Longsoran di Gunung Anak Krakatau secara ilmu pengetahuan sangat dipahami. Namun, secara realitas sulit dideteksi dan juga sulit untuk dipantau.
"Efek lokal itu yang menjadikan sebenarnya, kita harus mencari yang mau longsor lagi mana kan begitu," ujar Purbo.
Untuk Gunung Anak Krakatau, tipe longsor yang diketahui ada dua macam yaitu longsor cepat yang runtuhannya langsung masuk ke air seperti tanggal 22 Desember lalu, dan tipe longsor merayap.
"Kan ini hilang kakinya. Maka samping-samoing turun pelan, mudah-mudahan pelan. Merayap, kalau pelan kan tidak menimbulkan tsunami. Tapi kita tetap waspada melihat-lihat peluang yang sebenarnya yang bisa turun cepat itu yang mana," kata Purbo.
Dia juga membantah jika kondisi Gunung Anak Krakatau saat ini disebut telah memasuki fase mematikan. "(Gunung) Anak Krakatau tidak benar masuk dalam fase mematikan. Kalau orang naik ke puncak Krakatau ya mematikan," ujarnya.