JAKARTA, iNews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini sedianya melakukan pemeriksaan terhadap Ahmad Subhan terkait kasus dugaan suap yang melibatkan bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa. Namun, mantan wakil bupati Malang, itu lagi-lagi tak memenuhi panggilan lembaga antirasuah.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, hari ini seharusnya Subhan dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus suap pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto pada 2015. “Tapi saksi tidak menghadiri panggilan penyidik KPK. Jadi, kami ingatkan sekali lagi agar saksi Subhan, mantan wakil bupati Malang, dan juga pihak swasta untuk hadir dalam pemeriksaan besok (Jumat, 13 Juli 2018) sebagai penjadwalan ulang,” ujar Febri di Jakarta, Kamis (12/7/2018).
Sebelumnya, Subhan tercatat sudah dua kali mangkir dari panggilan KPK. Dia pernah dipanggil lembaga antirasuah pada 2-4 Juli 2018, lalu pada 11 Juli 2018. Namun, pada waktu itu dia tak hadir dan meminta penjadwalan ulang.
Menanggapi permintaan tersebut, KPK pun akhirnya menjadwalkan pemeriksaan Subhan pada Kamis ini. Namun, hingga petang tadi, Subhan tidak memberikan kabar terkait ketidakhadirannya dalam pemerkisaan kali ini. Karena itu, KPK kembali menjadwalkan ulang pemeriksaan mantan wakil bupati Malang itu pada Jumat ini.
Febri berharap Subhan dapat hadir memenuhi panggilan penyidik di Gedung KPK, Jakarta, besok. Penyidik, kata dia, ingin mendengarkan keterangan yang bersangkutan terkait proses perizinan pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto Tahun 2015 dan aliran dana ke tersangka Mustofa Kamal Pasa.
KPK telah menetapkan Mustofa sebagai tersangka dalam perkara kasus suap pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015. KPK menduga Mustofa menerima Rp 2,7 miliar dari Ockyanto (swasta) dan Onggo Wijaya (swasta) terkait izin prinsip pemanfaatan ruang (IPPR) dan izin mendirikan bangunan (IMB) untuk pendirian menara telekomunikasi tersebut.
Mustofa juga disangkakan menerima gratifikasi dalam kasus lainnya terkait jabatan yang diembannya saat itu. Oleh karenanya, Mustofa disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.