JAKARTA, iNews.id - Pakar hukum bidang tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih meminta Pemerintah dan DPR menunda pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Dia beralasan karena revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) belum disahkan.
Yenti menyarankan pemerintah dan DPR menuntaskan terlebih dahulu pembahasan revisi KUHAP. Dia menilai akan ada masalah baru jika pemerintah dan DPR mendahulukan revisi UU Kejaksaan ketimbang KUHAP.
"Harusnya RKUHAP dijadikan dulu, disahkan dulu, baru RUU Kejaksaan. Karena apa pun nanti keputusan RUU Kejaksaan menjadi UU Kejaksaan, itu kalau sampai bertentangan dengan KUHAP yang baru juga masalah. Sekarang saja, dikhawatirkan bertentangan dengan KUHAP," tuturnya.
Hal itu disampaikan Yenti dalam keterangan di Jakarta, Minggu (4/10/2020). Mengenai revisi UU Kejaksaan, dia menuturkan, dapat meringankan kontrol terhadap penyalahgunaan (abuse) wewenang jaksa.
Menurut Yenti, gunanya pemisahan antara penyelidik, penyidik, dan penuntut umum dalam undang-undang adalah untuk memperkuat pengawasan (kontrol) apabila terjadi penyalahgunaan wewenang lembaga penegak hukum terhadap orang yang diperiksa.
"Padahal, filosofi awal untuk kontrol, yang mana (wewenang lembaga penegak hukum dipisahkan) masing-masing, supaya bagus. Agar tidak abuse terhadap orang yang diperiksa. Abuse itu bukan hanya memperberat, tapi juga jangan-jangan memperingan," ujarnya.