JAKARTA, iNews.id – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melihat selama tujuh dekade ini belum ada yang mampu melenyapkan penyakit ketimpangan di tengah masyarakat Indonesia. Menurut ormas Islam itu, ketimpangan terjadi karena langgengnya kekuatan oligarki di republik ini.
“Ini terlihat dari langgengnya oligarki yaitu penguasaan atas aset ekonomi oleh segelentir orang,” ujar Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj, dalam acara “Refleksi dan tausiyah kebangsaan Nahdlatul Ulama Memasuki Tahun 2020” di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2020).
Dia berpendapat, meski presiden dan pemerintahan silih berganti, oligarki tidak pernah pergi dari Tanah Air. Dia menilai kekuatan oligarki tersebut mempunyai kemampuan adaptif untuk berkolaborasi dengan siapa pun yang berkuasa.
Lebih lanjut, Said menilai segelintir orang ini mendominasi kepemilikan atas jumlah simpanan uang di bank, saham perusahaan, obligasi pemerintah, bahkan sampai merambah kepada penguasaan tanah. “Secara nominal, kekayaan 50.000 orang terkaya setara dengan gabungan kepemilikan 60 persen aset penduduk Indonesia atau 150 juta orang,” ungkapnya.
Oleh karena itu, PBNU meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk serius menjalankan program-program yang fokus kepada pemerataan. Terlebih, dia juga meminta pemerintah untuk berani memotong mata rantai kekuatan oligarki tersebut.
“Nahdlatul Ulama perlu mengingatkan kepada pemerintah untuk memotong mata rantai oligarki ini. Oligarki akan menimbulkan penyakit sosial berupa persepsi tentang ketidakadilan dan prasangka etnis yang dapat mengoyak integrasi nasional,” ujar dia.