JAKARTA, iNews.id - Kampanye Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 dinilai masih minim ide dan gagasan. Kedua kubu pasangan calon masih memainkan politik saling sindir.
Analis politik dari Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, sindiran politik dengan pemilihan diksi kurang tepat hanya menimbulkan kebisingan dan memekakan ruang publik. Padahal belum diketahui dampaknya terhadap citra kedua pasangan calon.
"Mereka saling sindir dengan melontarkan diksi dan frasa seperti politik sontoloyo, politik kebohongan, politik gendoruwo, tampang Boyolali, budek, buta, tempe setipis ATM, impor ugal-ugalan dan lain-lain," ujar Pangi, Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Menurutnya, narasi kampanye yang dangkal justru mengalihkan perbincangan publik untuk tidak terlalu dalam masuk menyentuh persoalan lebih substantif. Narasi kampanye negatif ini dilontarkan karena ada pihak yang merasa khawatir bisa berpotensi merugikan kepentingan politiknya jika perdebatan politik mengarah lebih substansi.
"Sehingga rakyat digiring dengan isu murahan dan persoalan remeh-temeh, konsekuensinya publik teralihkan perhatiannya dari persoalan nyata yang sedang dihadapi rakyat dalam kesehariannya," ucapnya.
Dia mengingatkan, perilaku politik kedua pasangan calon seharusnya berpanduan pada moral dan naluri politik yang baik. Bukan politik saling sindir, menyudutkan dan membuat polemik setiap pernyataan politik lawan.
"Keluarkan dan susunlah diksi yang meneduhkan, menyematkan persatuan dan kesatuan bangsa dalam bertarung. Jangan justru sebaliknya membuat gesekan, memantik polemik, blunder politik sehingga ujungnya menjadi bunuh diri politik," katanya.