JAKARTA, iNews.id - Indonesia di tengah perubahan masif di berbagai sektor, dan harapan untuk menuju Indonesia Maju dan Sejahtera, masih membutuhkan jalan panjang untuk meraihnya. Di balik kemajuan yang dicapai, Indonesia masih menyisakan pekerjaan rumah yang juga patut untuk diselesaikan yaitu masalah sosial.
Data dari beberapa sumber kementerian dan lembaga nonkementerian, menunjukkan ada 8 juta pengguna aktif narkotika dan zat adiktif, 15,5 juta keluarga yang tergolong miskin, 3,2 juta rumah tidak layak huni, ada 134 kabupaten dan kota yang rawan konflik sosial. Sekira 70.026 pekerja migran bermasalah yang mendapat layanan, serta terdapat 200 tindak kasus korban tindak pidana perdagangan orang.
Sementara itu pada 2023, tercatat 11.624 terlaporkan yang mengalami tindak kekerasan. Hasil survei pada 2021 mencatat, empat dari 10 anak perempuan, dan tiga dari 10 anak laki-laki pernah mengalami tindak kekerasan sepanjang hidupnya, baik kekerasan fisik, emosi, dan seksual, serta beberapa kasus lainnya dengan angka statistik yang cukup mencengangkan.
Hal di atas tidak bisa diselesaikan hanya sekedar pendekatan hukum, ekonomi, atau hanya sekedar deret hitung. Ada pendekatan lain yang perlu dilakukan agar permasalahan sosial itu tertangani dan terselesaikan. Ini tentunya perlu pendekatan dan hadirnya para ahli yang memang paham tentang makna arti dan cara menyelesaiakan permasalahan sosial tersebut.
Persoalan narkotika misalnya tidak mutlak hanya sampai pada vonis hukum saja bagi penggunanya, tetapi mereka perlu juga pemulihan diri dan pemulihan sosial. Di sini diperlukan proses pendampingan ahli yang tahu dan bisa melakukan pendampingan.
Umumnya, pengguna narkotika ingin sembuh (they need a helping hand), sembuh dari ketergantungan pada obat, sembuh dari lingkungan yang membelitkan, semangat pada motif untuk maju.