JAKARTA, iNews.id – Koalisi parpol pendukung pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno kembali mempertanyakan keabsahan data jumlah pemilih di Pemilu 2019 ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pasalnya, pemerintah mengeklaim masih ada 31 juta data pemilih yang tidak sesuai antara daftar pemilih tetap (DPT) yang dikeluarkan KPU dan daftar penduduk pemilih potensial pemilu (DP4) yang dimiliki Kementerian Dalam Negeri.
“Kami para sekjen (sekretaris jenderal) parpol koalisi Prabowo-Sandi datang ke KPU mendiskusikan beberapa hal, antara lain penjelasan dari Kemendagri yang mengatakan ada 31 juta belum terdaftar dalam DPT,” kata Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (17/10/2018).
Dia menuturkan, awalnya DP4 yang dikeluarkan Kemendagri mencatat jumlah pemilih potensial di Pemilu 2019 sebanyak 196 juta orang. Namun, setelah KPU melakukan penelitian di lapangan, didapatkan 185 juta pemilih dalam DPT. Artinya, kata Muzani, ada 11 juta data pemilih dari DP4 yang tersisir.
Ketika KPU merilis 185 juta pemilih dalam DPT, koalisi Prabowo–Sandi menemukan 25 juta daftar pemilih yang berpotensi ganda. Setelah temuan itu dikomunikasikan dengan KPU, hasilnya dikonfirmasi data ganda sebanyak 1,1 juta.
“Lalu KPU memberikan waktu dua bulan untuk akurasi terhadap data pemilih. Di tengah proses itu, kami dikejutkan pernyataan Kemendagri bahwa ada 31 juta pemilih belum masuk DPT,” ujar Muzani.
Dia mengatakan, kedatangan koalisi Prabowo–Sandi ke KPU kali ini untuk mengonfirmasi terkait data 31 juta pemilih tersebut, apakah angka itu merupakan penambahan atau pengurangan 185 juta DPT yang telah ditetapkan. Menurut Muzani, diskusi dengan KPU hari ini cukup mendalam dan lembaga penyelenggara pemilu itu cukup akomodatif memberikan penjelasan.
“Kami akan terus mendalami proses pemilu dengan baik karena kami ingin semua rakyat yang memiliki hak pilih dapat menggunakannya dan kami tidak ingin ada pemilu yang menggunakan suaranya lebih dari satu kali,” tutur Muzani.
Dalam kesempatan itu, Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mustafa Kamal mengatakan, seharusnya DP4 yang diberikan Kemendagri sudah final sebelum DPT ditetapkan. Karenanya, menjadi janggal ketika Kemendagri tiba-tiba mengeklaim ada 31 juta pemilih tak masuk DPT diumumkan KPU, padahal sebelumnya sudah melalui penyisiran DP4. Menurut Mustafa, tindakan Kemendagri itu dikategorikan sebagai pelanggaran prinsip dan berpotensi menjadi pelanggaran undang-undang (UU) karena saat ini yang semestinya dilakukan KPU dengan peserta pemilu adalah mengecek data pemilih yang diduga ganda.
“Ini potensi juga tidak terjadi transparansi. KPU sudah perlihatkan political will bersama peserta pemilu, lalu kenapa Kemendagri seperti ingin ‘menyelundupkan’ 31 juta pemilih?” katanya.
Mustafa berpendapat, tindakan Kemendagri itu bisa mendatangkan krisis yang bakal berujung pada ketidakpastian dalam proses pemilu, sehingga harus ada peningkatan profesionalisme di instansi pimpinan Menteri Tjahjo Kumolo yang juga politikus PDIP itu.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pendudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arief Fakhrulloh mengatakan, masih ada sekitar 31 juta temuan data DPT yang tidak sinkron dengan data DP4. Berdasarkan penelusuran data pemilih oleh Kemendagri, diperkirakan jumlah DPT Pemilu 2019 bisa mencapai lebih dari 192 juta.
“Jadi berdasarkan data DPT dari KPU kemudian kami cocokkan dengan daftar penduduk yang sudah memenuhi syarat masuk kedalam DP4. Setelah disandingkan, maka kami mendapatkan data yang tidak sesuai sebanyak lebih dari 31 juta,” ujar Zudan dua pekan lalu.
Dia menuturkan, meski ada temuan data yang tidak sesuai dalam jumlah yang besar, Kemendagri tetap mendukung KPU menyusun DPT yang akurat. “Kalau data kami dianggap baik silakan dipakai. Kalau KPU percaya dengan hasil analisis kami, silakan dimanfaatkan,” ucapnya.