JAKARTA, iNews.id – Ketua Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, mengeklaim hubungan parpolnya dengan Partai Gerindra saat ini masih tetap hangat. Dia pun menepis rumor yang menyebut adanya pecah kongsi antara Demokrat dan Gerindra lantaran Prabowo Subianto tidak memilih Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai calon wakil presiden (cawapres) di Pemilu 2019.
Menurut Ferdinand, Prabowo sebagai calon presiden (capres) yang diusung koalisi berhak menentukan wakil yang akan mendampinginya, asalkan menang. “Kami Demokrat ingin bagaimana supaya Prabowo bisa menang di 2019 ya, intinya itu,” kata dia saat dijumpai di kediaman Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (9/8/2018).
Menurut dia, sampai saat ini Demokrat masih berhubungan baik dengan Gerindra. Sebagai bukti, pertemuan antara SBY dan Prabowo hari ini menunjukkan bahwa komunikasi dan koalisi antara kedua partai masih berjalan dengan baik.
“Sampai saat ini, koalisi berjalan terus. Makanya ada pertemuan (SBY dan Prabowo). Kalau koalisi bubar, tentu tidak ada pertemuan,” ujarnya.
Dia tak menampik jika penentuan sosok cawapres memang menjadi salah satu persoalan krusial di tubuh koalisi Prabowo. Kendati demikian, kata Ferdinand, Partai Demokrat akan mendukung siapa pun cawapres pilihan Prabowo asalkan mantan komandan jenderal Komando Pasukan Khusus (danjen Kopassus) itu bisa memenangkan kompetisi di Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.
“Masalah wakil (cawapres) memang menjadi topik serius yang dibicarakan sekarang. Kalau Partai Demokrat, ayo siapapun yang jadi wakilnya, yang penting bisa membantu memenangkan Pak Prabowo. Seperti itu posisi kami,” ucapnya.
Ferdinand membantah isu memanasnya hubungan antara hubungan Gerindra dan Demokrat menyusul cuitan Andi Arief di media sosial Twitter, kemarin. Menurut dia, apa yang diungkapkan Arief tentang Prabowo tidak mewakili suara Partai Demokrat.
“Oh tentu (Andi Arief) tidak mewakili Demokrat. Kalau suara resmi partai itu pasti ketum (ketua umum) atau menugaskan sekjen (sekretaris jenderal). Di luar itu, tidak bisa dianggap suara partai. Suara resmi terkait arah politik dari ketum atau sekjen,” tutur Ferdinand.
Sebelumnya, Andi Arief mengungkapkan kemarahannya di media sosial Twitter. Dia menyebut Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai “jenderal kardus” karena mementingkan uang daripada perjuangan. Dalam cuitannya, Arief menyebut sikap Prabowo berubah drastis. “Belum dua puluh empat jam mentalnya jatuh ditubruk uang Sandi Uno untuk meng-entertain PAN dan PKS,” katanya di akun Twitter, Rabu (8/8/2018).
Andi Arief menuding sikap Prabowo tidak mencerminkan seorang pemimpin. Karenanya, dia menilai Partai Demokrat tidak cocok berkoalisi dengan Partai Gerindra di Pilpres 2019. “Partai Demokrat tidak alami kecocokan karena Prabowo dalam menentukan cawapresnya dengan menunjuk orang yang mampu membayar PKS dan PAN. Ini bukan DNA kami,” cuitnya.
Tak cukup sampai di situ, Arief juga menuding Sandiaga telah membayar Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) demi mengamankan posisi cawapres untuk mendampingi Prabowo Subianto.
“Di luar dugaan kami ternyata Prabowo mementingkan uang ketimbang jalan perjuangan yang benar. Sandi Uno yang sanggup membayar PAN dan PKS masing-masing Rp500 M menjadi pilihannya untuk cawapres. Benar-benar jenderal di luar dugaan,” kata Andi.