JAKARTA, iNews.id – Setya Novanto (Setnov) kembali dibawa ke rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seusai menjalani sidang pembacaan eksepsi (nota keberatan) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Sebelum meninggalkan pengadilan, Novanto menitipkan pesan untuk ketua umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
”Saya bangga dengan Airlangga. Tentu saya harapkan Airlangga bisa menindaklanjuti program-program yang sudah berjalan dan saya yakin bisa. Pesannya (untuk Airlangga) agar semua bisa diperbaiki gitu,” kata Setnov di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (20/12/2017).
Kendati bersedia menjawab tentang terpilihnya Airlangga di musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Golkar, Novanto memilih diam saat ditanya mengenai sidangnya kali ini. Novanto dibawa kembali ke Rutan KPK sekitar pukul 12:30 WIB.
Ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Yanto sebelumnya menutup sidang eksepsi dan akan melanjutkan pada Kamis pekan depan, 28 Desember 2017. Agenda sidang pekan depan yakni pembacaaan tanggapan eksepsi dari jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK. ”Silakan JPU menanggapi. Tapi hari Kamis ya, bukan Rabu karena ada anggota hakim punya agenda lain. Seperti biasa, pukul 09.00 WIB,” kata hakim Yanto.
Pada sidang eksepsi itu, tim kuasa hukum Novanto meminta majelis hakim menyatakan dakwaan terhadap kliennya batal demi hukum karena tidak disusun cermat.
Selain itu, Maqdir Ismail juga mempermasalahkan hilangnya tiga nama politikus PDIP dalam surat dakwaan Novanto. Nama-nama tersebut, yakni Ganjar Pranowo, Yasonna H Laoly, dan Olly Dondokambey.
"Ganjar Pranowo dinyatakan menerima fee USD520.000, Yasonna Laoly USD84.000, dan Olly Dandokambey USD1,2 juta," ujar tim kuasa hukum Setnov, Maqdir Ismail, dalam persidangan.
Tim kuasa hukum membandingkan tiga dakwaan perkara korupsi e-KTP, yakni Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong dengan dakwaan Setya Novanto.
Dalam kasus ini Novanto didakwa secara bersama-sama melakukan perbuatan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara Rp2,3 triliun. Novanto diduga memuluskan proyek pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri tahun anggaran 2011-2013 saat pembahasan di DPR.