JAKARTA, iNews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI Angkatan Udara (AU) 2016-2017. Hari ini, lembaga antirasuah menjadwalkan pemanggilan terhadap empat perwira TNI AU untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus tersebut.
Sayangnya, keempat saksi itu tidak memenuhi panggilan KPK. “Hari ini diagendakan pemeriksaan saksi terhadap empat perwira TNI AU di Kantor POM TNI Cilangkap. Penyidik membutuhkan keterangan para saksi untuk kebutuhan pembuktian. Namun, empat saksi tidak hadir dan belum ada informasi alasan ketidakhadiran,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin (7/5/2018).
Febri menuturkan, KPK masih merencanakan agenda pemeriksaan saksi lain untuk mengusut kasus tersebut. Menurut dia, dalam proses penyidikan, KPK terus melakukan koordinasi dengan POM TNI untuk penanganan perkara.
Saat ini, kata Febri, KPK masih menunggu perkembangan penyelesaian audit keuangan negara dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). “Kami harap audit BPK tersebut bisa segera selesai sehingga penanganan perkara ini dapat berlanjut ke tahap berikutnya. Selain itu, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) juga akan dilibatkan sebagai ahli terkait dengan proses pengadaan,” tuturnya.
Febri mengatakan, instansinya berharap komitmen bersama antara KPK dan panglima TNI beserta jajarannya tetap kuat untuk pemberantasan korupsi, termasuk penyelesaian kasus pengadaan helikopter angkut TNI AU tersebut.
“Mengingat penyidikan sudah dilakukan sejak 2017, penanganan perkara lintas yurisdiksi institusi sipil dan militer ini memang membutuhkan komitmen yang sama-sama kuat, baik KPK, panglima TNI, dan BPK,” ucap mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) itu.
KPK telah memeriksa mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Purnawirawan Agus Supriatna sebagai saksi untuk tersangka Irfan Kurnia Saleh di Gedung KPK, Jakarta, pada 3 Januari 2018 lalu. Namun, saat itu Agus tidak memberikan penjelasan secara spesifik soal pemeriksaannya oleh penyidik lembaga antirasuah.
“Segala sesuatu kan ini sudah tugas dan tanggung jawab KPK. Jadi, saya sudah jelaskan apa yang bisa saya jelaskan di sana,” kata Agus ketika itu.
Saat dikonfirmasi, apakah terdapat dugaan tindak pidana korupsi dalam pembelian helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101, Agus juga enggan memberikan komentar secara spesifik. “Jangan bicara sama saya. Yang mengatakan dugaan korupsi atau apa adanya di institusinya. Ada institusinya,” ujarnya.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka dari unsur swasta. Irfan diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU Tahun 2016-2017. Akibatnya, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar.
Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, POM TNI telah menetapkan lima tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI Angkutan Udara Tahun 2016-2017. Lima tersangka itu adalah anggota TNI AU atas nama Kolonel Kal FTS SE sebagai Kepala Unit Pelayanan Pengadaan; Marsekal Madya TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa; Letkol admisitrasi WW selaku pejabat pemegang kas atau pekas; Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, dan; Marsda TNI SB selaku asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara.