JAKARTA, iNews.id - Industri otomotif Indonesia pada 2025 menghadapi berbagai tantangan yang cukup berat. Perlambatan pertumbuhan ekonomi, tekanan daya beli masyarakat, serta ketidakpastian global membuat pasar kendaraan domestik belum sepenuhnya pulih. Penjualan mobil dan sepeda motor cenderung bergerak hati-hati, sementara konsumen semakin selektif dalam mengambil keputusan pembelian.
Kondisi ini turut berdampak pada sektor pendukung industri otomotif nasional, seperti manufaktur komponen, pelumas, pembiayaan, hingga jaringan dealer. Kenaikan biaya produksi, perubahan regulasi, serta transisi menuju kendaraan ramah lingkungan menjadi tantangan tambahan yang harus dihadapi pelaku usaha. Di sisi lain, persaingan antarprodusen juga semakin ketat.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) telah mengoreksi penjualan mobil pada 2025 dari 900 ribu unit menjadi 780 ribu unit. Langkah ini diambil mengingat realisasi penjualan pada 11 bulan terakhir (Januari-November 2025) hanya berada di angka 710.000 unit.
Sementara Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) telah menetapkan target penjualan sebanyak 6,4-6,7 juta unit sepanjang tahun ini. Namun, dari Januari hingga November 2025, penjualan sepeda motor baru mencapai 5.950.844 unit.
Di tengah tekanan tersebut, kolaborasi lintas sektor menjadi kebutuhan mendesak. Sinergi antara pelaku industri dinilai penting untuk menjaga keberlangsungan ekosistem otomotif. Melalui kerja sama yang solid, industri otomotif Indonesia diharapkan mampu bertahan dan tetap menjadi salah satu penopang utama perekonomian nasional.
Dalam menghadapi tantangan, para pemain besar di sektor suku cadang dan pelumas mulai meninggalkan pola kerja "soliter" dan beralih ke strategi kolaborasi untuk memastikan relevansi produk mereka. Seperti yang dilakukan produsen pelumas PT Motul Indonesia Energy dengan berpartisipasi dalam NGK Bazaar 2025 yang digelar PT Niterra Mobility Indonesia (NGK Busi) pada 23–24 Desember 2025.