MAGELANG, iNews.id - Hubungan ekonomi Indonesia dengan Tiongkok kerap menjadi isu politik, padahal orang Jawa ke China sejak 131 Masehi. Hal itu diungkapkan sinolog Universitas Indonesia, Nurni Wuryandari, dalam Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) hari kedua, Jumat (23/11/2018).
"Dari dokumen China klasik yang disusun sejarahwan istana masa Dinasti Han berkuasa, yaitu Hou Can Shu (History of the Eastern Han Dynasty) diketahui orang Jawa lah yang berinisiatif mengunjungi Tiongkok," tutur Nurni, kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (23/11/2018).
Nurni juga membeberkan peran Ma Huan yang rajin mempelajari bahasa Arab dan Persia, sehingga menjadi penerjemah Zheng He, utusan Kerajaan Ming untuk berlayar ke banyak negeri pada 1412. Mereka sempat mengunjungi Kerajaan Majapahit di Jawa Timur yang penduduknya terdiri tiga golongan, Arab, China, serta pribumi.
Dalam hubungan bilateral dengan Tiongkok, ada hal yang tidak banyak orang tahu. "Orang Jawa dianggap membawa sedikit barang saat datang, tapi membawa banyak saat pulang," tulis Ma Huan.
Hubungan diplomatik secara resmi dengan Tiongkok dibeberkan Doktor Tan Ta Sen, ketika Kaisar Ming mengirimkan Laksamana Cheng Ho sebagai duta besarnya mengarungi 33 negara di Asia. Sedangkan Shinta Lee menerjemahkan catatan perjalanan Yi Jing sebagai salah satu dari tiga peziarah terkenal Tiongkok pada abad ketujuh, selain Fa Xian dan Xuan Zang.
Yi Jing lah yang menyarankan studi Buddha di Shili Fosi terlebih dahulu, sebelum belajar di Nalanda, India. Shili Fosi inilah yang kini merupakan situs candi Muara Jambi.
"Di kota Fhosi yang berbenteng terdapat biksu Buddha berjumlah ribuan di mana hati mereka bertekad untuk belajar dan menjalankan tindakan bajik," catat Yi Jing. Mereka belajar tata bahasa, pengobatan, seni, kerajinan, dan lain-lain.