Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Presiden Prabowo Ungkap Ciri-Ciri Negara Berhasil, Apa Itu?
Advertisement . Scroll to see content

5 Negara Ini Berhasil Hadapi Resesi Ekonomi di Masa Lalu, Nomor 3 Tetangga Indonesia

Rabu, 12 Oktober 2022 - 21:32:00 WIB
5 Negara Ini Berhasil Hadapi Resesi Ekonomi di Masa Lalu, Nomor 3 Tetangga Indonesia
Gedung The federal Reserve (The Fed). (Foto: Reuters)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Resesi ekonomi menjadi momok menakutkan bagi setiap negara. Baik negara maju maupun negara berkembang, pernah mengalami resesi, termasuk Indonesia.  

Banyak lembaga keuangan dunia memprediksi akan terjadi resesi ekonomi global pada 2023 akibat dampak perang Rusia-Ukraina dan pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya melandai. 

Tanda-tanda resesi sudah terlihat jelas dari kebijakan sejumlah negara untuk mengendalikan inflasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi. Salah satunya, dari kebijakan bank sentral di berbagai negara yang menaikkan suku bunga acuan.

Jauh sebelum pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina, dunia pernah dilanda resesi ekonomi akibat krisis moneter bahkan kejatuhan sektor keuangan. Namun sejumlah negara berhasil menghadapi resesi ekonomi tersebut, karena kebijakan jitu yang diterapkan pemerintahnya.

Berikut 5 negara yang berhasil menghadapi resesi ekonomi di masa lalu, sebagaimana dihimpun iNews.id dari berbagai sumber: 

1. Amerika Serikat 

Amerika Serikat (AS) pernah dilanda resesi ekonomi akibat krisis subprime mortgage pada 2007. Pemberi pinjaman telah mengizinkan terlalu banyak orang untuk mengambil hipotek subprime, namun terjadi kredit macet. Hingga akhirnya pada 2008, Bank Sentral AS (The Fed), turun tangan untuk menjaga agar Bear Stearns dan AIG tetap bertahan. Departemen Keuangan AS menasionalisasi penjamin hipotek Fannie Mae dan Freddie Mac untuk menjaga pasar perumahan tetap bertahan.

Namun upaya The Fed tidak dapat membantu bank investasi Lehman Brothers. Kebangkrutannya menyebabkan kepanikan perbankan global, lalu perusahaan yang ketakutan dengan menarik 169 miliar dolar AS dari rekening pasar uang mereka dan Dow turun hingga 777,68 poin, yang menjadikan penurunan satu hari terburuk yang pernah ada. 

The Fed mempunyai tugas ganda dari Kongres guna mempertahankan stabilitas ekonomi serta lapangan kerja. Ketika resesi, The Fed menggunakan berbagai kebijakan moneter guna menaikkan harga serta menekan tingkat pengangguran.

Selain itu, The Fed juga bisa mengatur bank guna memastikan bahwa mereka tidak diharuskan menahan modal terhadap kemungkinan pelunasan utang. The Fed bisa langsung meminjamkan dana kepada bank yang membutuhkan melalui discount window. Jenis pinjaman ini dilakukan sebagai dana talangan. Namun, praktik pinjaman ini sudah bergeser ke arah pinjam berisiko.

2. Prancis

Ekonomi Prancis masuk jurang resesi pada 2008-2009. Prancis melewati resesi yang lebih baik daripada sebagian negara Eropa lainnya. Prancis juga termasuk di antara negara-negara yang rebound. Negara ini diuntungkan dari sektor keuangan yang cukup baik, jaring pengaman yang besar, serta intervensi pemerintah yang tegas. Oleh karenanya, Prancis mengalami resesi yang tidak terlalu parah dibandingkan negara lainnya.

Prancis mampu keluar dari resesi pada kuartal kedua tahun 2009. Kebijakan yang mereka tempuh, antara lain dengan memperkuat fondasi ekonomi. Program stimulus fiskal juga telah membantu meredam penurunan. Selain itu, pemerintah Prancis mengambil reformasi struktural guna memulihkan daya saing ekonomi.

3. Singapura

Singapura mengalami resesi pertamanya pada 1985. Tanda-tanda perlambatan ekonomi negara ini sudah terlihat pada 1984. Pada kuartal kedua tahun 1985, Singapura mencatat tingkat pertumbuhan minus 1,4 persen. 

Resesi mengakibatkan perusahaan bangkut serta pengurangan tenaga kerja. Angka pengangguran Singapura pun naik menjadi 4,1 persen. Resesi di Singapura disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Adapun faktor eksternalnya meliputi ekonomi negara di dunia yang sedang melambat, khususnya Amerika Serikat. 

Selain itu, Singapura juga mengalami penurunan permintaan barang. Sedangkan dari sisi internal, biaya operasi yang tinggi terkait biaya sewa dan upah yang membuat Singapura kurang kompetitif di pasar global menjadi faktor penyebab resesi.

Guna melawan resesi, pemerintah Singapura melakukan langkah pemotongan biaya, seperti pengurangan kontribusi pemberi kerja ke Central Provident Fund dan Skill Development Fund, pembatasan upah selama dua tahun, hingga pinjaman dengan bunga yang lebih rendah. 

Tak hanya itu, pemerintah juga mengadopsi kebijakan privatisasi serta deregulasi guna menetapkan sektor swasta sebagai penggerak baru pertumbuhan ekonomi. Pada 1986, ekonomi Singapura pun mencatat pertumbuhan 1,2 persen, meningkat menjadi 3,8 persen.

4. China

China melakukan program stimulus dalam menghadapi resesi. Pemerintah China telah mengadopsi paket kebijakan seperti kebijakan fiskal, moneter, keuangan hingga perdagangan. Guna menjaga likuiditas pasar serta memenuhi kebutuhan modal kerja serta pembiayaan pemerintahan membuat kebijakan.

People’s Bank of China (PBC) melonggarkan pasar kredit melalui instrumen kebijakan konvensional, seperti operasi pasar terbuka, fasilitas pinjaman, dan refinancing. China juga menerapkan serangkaian langkah dukungan keuangan terhadap UKM (usaha kecil dan menengah) dengan mengurangi suku bunga hingga menyediakan jalur kredit khusus untuk dimulainya kembali produksi.

5. Arab Saudi

Arab Saudi melakukan sejumlah kebijakan terkait resesi yang pernah dialaminya. Arab Saudi melakukan likuiditas dan dukungan fiskal, momentum reformasi di bawah Visi 2030, hingga harga dan produksi minyak yang tinggi membantu pemulihan ekonomi Arab Saudi. 

Produksi minyak Saudi telah meningkatkan posisi fiskal. Pada 2021, pertumbuhan keseluruhan mencapai 3,2 persen. Hal ini didorong oleh rebound sektor non-minyak. Pemerintah Arab Saudi mengelola pendapatan minyak secara berlanjut sehingga pengeluaran tidak naik turun sejalan dengan harga minyak. 

Langkah ini menghasilkan terjadinya kesinambungan fiskal serta mencegah kembalinya siklus boom dan bust. Arab Saudi juga mengambil langkah-langkah seperti peningkatan bisnis, menarik investasi asing, hingga menciptakan lapangan kerja di sektor swasta. 

Berbagai langkah tersebut dikombinasikan dengan tata kelola serta reformasi pasar tenaga kerja, mempermudah bisnis, meningkatkan jumlah fasilitas hingga meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja.

Editor: Jeanny Aipassa

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut