Adhi Karya Bentuk Anak Usaha Sektor Properti Berbasis Angkutan Massal
JAKARTA, iNews.id - PT Adhi Karya (Persero) Tbk telah melahirkan anak usaha baru bernama PT Adhi Commuter Properti (ACP). Pemecahan perusahaan (spin off) yang dilakukan perseroan ini sebagai upaya untuk mengembangkan kegiatan properti di proyek Transit Oriented Development (TOD) yang dikerjakan oleh induk usahanya.
"Jadi properti ini sudah menjadi pilihan Adhi Karya menjadi great engine untuk saat ini dan akan datang," kata Direktur Utama Adhi Karya, Budi Harto saat konferensi pers di Hotel GranDhika, Jakarta, Jumat (9/3/2018).
Lahirnya ACP menjadi bentuk keinginan Adhi Karya untuk mengembangkan lahan bisnisnya di sektor properti berbasis sistem angkutan massal. Sebab, pihaknya telah memiliki lahan-lahan di sekitar proyek Light Rail Transit (LRT) untuk kemudian akan dibangun apartemen.
"Jadi saat ini kami sudah memiliki lahan-lahan di sepanjang LRT dan kami akan tambah lagi di beberapa lokasi sehingga nanti akan kita kembangkan," ujarnya.
Dengan demikian, saat ini perusahaan berkode emiten ADHI ini telah memiliki dua anak perusahaan properti, yaitu ACP dan PT Adhi Persada Properti (APP). Meski keduanya bergerak di bidang properti, namun bedanya ACP berbasis di angkutan massal sedangkan APP khusus untuk properti saja.
ACP akan diberikan modal sebesar Rp2 triliun yang bersumber dari dana right issue pada 2015 lalu Rp1,3 triliun ditambah kas internal sebesar Rp700 miliar. Ia optimistis usaha yang bergerak di sektor properti berbasis angkutan massal akan menjadi primadona di kemudian hari. Sebab, masyarakat kini trennya memilih hunian yang dekat dengan tempat transportasi publik.
"Keyakinan kami bahwa ke depan ini terutama masyarakat Jakarta itu pilihan properti akan mempertimbangkan pada sistem angkutan massal jadi saya kira cukup strategis apa yang kami putuskan saat ini," kata dia.
Kemudian pihaknya juga berencana untuk mencatatkan saham anak usahanya ini ke Bursa Efek Indonesia pada semeser kedua tahun depan. Sebab, mandatori yang berlaku memang perusahaan harus berumur minimal satu tahun sebelum mencatatkan sahamnya di bursa.
Editor: Ranto Rajagukguk