AFPI: Hati-hati, Pinjol Sulitkan Peminjam Keluar dari Jeratan Utang
JAKARTA, iNews.id - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memperingatkan masyarakat untuk berhati-hati saat menggunakan financial technology (fintech) lending atau pinjaman online (pinjol), baik resmi maupun ilegal. Pasalnya, bunga dan sanksi yang diterapkan pinjol menyulitkan peminjam keluar dari jeratan utang.
Menurut Direktur Eksekutif AFPI, Kuseryansyah, maraknya pinjol atau fintech, baik resmi maupun ilegal, kini membuat masyarakat resah karena terjebak dengan utang yang mencekik.
Hal itu, lanjutnya, tidak terlepas dari praktik predatory lending yang diterapkan pinjaman online, yang kadang tidak disadari masyarakat. praktik predatory landing, antara lain sistem bunga yang tinggi dan berlapis (harian, mingguan dan bulanan), biaya penanganan, dan denda keterlambatan.
"Predatory lending ini pinjaman yang memangsa peminjamnya, seseorang meminjam lantas ia tidak bisa keluar dari pinjamannya karena pinjol menerapkan sistem bunga yang sangat tinggi dan mencekik dilapis lagi dengan denda yang sangat tinggi," kata Kuseryansyah, dalam program Market Review IDX Channel di Jakarta, Senin (6/9/2021).
Dia mencontohkan kasus seorang ibu di Semarang, Jawa Tengah yang terjebak pinjol ilegal, dengan praktik predatory lending ini.
"Seperti kasus ibu-ibu di Semarang pinjemnya Rp 5 juta ditransfer Rp 3,7 juta dalam waktu dua bulan tagihan utangnya jadi Rp 200 jutaan kan tidak masuk akal," ujar Kuseryansyah.
Dia mengungkapkan, AFPI sudah melakukan komitmen dengan 116 anggotanya untuk melarang praktik predatory lending, seperti yang disampaikan Komisi Fatwa MUI.
"Kalo di AFPI yang memiliki 116 anggota, kami berkomitmen kalau pinjaman 1 juta seterlambat-lambatnya sebutlah 1 tahun maksimalnya itu ditagih hanya 2 juta ga boleh lebih dari itu," ujar Kuseryansyah.
Menurut dia, masyarakat perlu mengetahui terlebih dahulu seperti apa sistem bunga dan denda yang diterapkan pinjol, baik resmi maupun ilegal, sebelum mengajukan pinjaman. Pasalnya, pinjol resmio sekalipun kadang tidak secara terbuka menjelaskan tentang sistem bunga dan denda yang diterapkan kepada peminjam, jika terlambat membayar.
AFPI juga berharap masyarakat meningkatkan literasi keuangan juga digital yang saat ini bertumbuh sangat pesat. Kuseryansyah menilai, literasi keuangan saat masih rendah dan aturan hukum juga masih belum lengkap.
"Inilah yang menjadi challenge literasi yang rendah ini. Berdasarkan data OJK, indeks inklusi keuangan kita itu 75 persen tapi literasi indeks kita baru 38 persen, gap nya terlalu besar sehingga di ruang inilah bermainnya pinjol ilegal ini, sehingga banyak masyarakat terperangkap dan jadi korban beroperasinya pinjol ilegal ini," tutur Kuseryansyah.
Editor: Jeanny Aipassa