Berkurang Lagi, LRT Jabodebek Kini Hanya Operasikan 8 Trainset
JAKARTA, iNews.id - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI menyampaikan, pihaknya kini hanya mengoperasikan delapan trainset LRT Jabodebek. Jumlah ini mengalami penurunan dari sebelumnya sebanyak sembilan trainset.
"(LRT Jabodebek) yang beroperasi hari ini delapan trainset," ujar VP Public Relations KAI, Joni Martinus saat dihubungi iNews.id, Senin (6/11/2023).
Adapun, jika hari ini hanya delapan trainset yang beroperasi maka terdapat 19 trainset yang saat ini sedang dalam masa tunggu perawatan bubut roda. Selama proses perawatan berlangsung, pelayanan LRT Jabodebek akan disesuaikan dengan headway (waktu tunggu antar kereta).
Penetapan peak hours atau jam sibuk untuk relasi Dukuh Atas-Jatimulya pada pukul 06.00-10.30 WIB dan pukul 16.30-20.00 WIB waktu tunggu antarkereta mencapai 30 menit. Sementara, untuk 10.30-16.30 waktu tunggunya mencapai 1 jam.
Kemudian, untuk relasi Jatimulya-Dukuh Atas perjalan dimulai pada pukul 05.00 WIB dan berakhir pukul 19.00 WIB dengan jarak waktu tunggu kereta pada peak hours (05.00-09.00 WIB) 30 menit dan non-peak hours 1 jam.
Kemudian, untuk relasi Dukuh Atas-Harjamukti perjalan dimulai pukul 05.12 WIB dan berakhir pukul 20.12 WIB dengan jarak waktu tunggu kereta pada peak hours (05.12-09.42) 30 menit dan non-peak hours 1 jam. Begitupun untuk relasi Harjamukti-Dukuh Atas.
Sebelumnya, Manager Public Relations LRT Jabodebek Kuswardoyo menuturkan, waktu yang diperlukan untuk bubut roda satu trainset LRT Jabodebek memakan waktu 5-7 hari. Hal ini juga karena mesin bubut yang dimiliki hanya 1 saja.
"Setelah itu baru kita akan setting sensor-sensor yang ada di roda itu tadi sensor anjlok, sensor untuk pengereman dan lainnya kita setting karena kereta kita kan sudah tidak beroperasi secara manual, beda dengan kereta manual, begitu sudah selesai, pasang, dia bisa jalan," ucapnya.
Menurutnya, masalah keausan roda baru muncul pada setelah LRT Jabodebek beroperasi secara komersial. Sehingga, pihaknya tidak ada persiapan untuk mengatasi permasalahan itu.
"Iya betul. Kita belum menyiapkan apa-apa karena kan selama ini sarana itu masih menjadi tanggung jawabnya produsen. Nah ini pada saat setelah dikerjakan oleh kita, kita baru tahu bahwa ternyata tingkat keausannya sedemikian tingginya," tuturnya.
Editor: Aditya Pratama