BPH Migas Awasi SPBU yang Menyelewangkan BBM Satu Harga

JAKARTA, iNews.id - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) terus mengawasi SPBU yang melakukan penyelewengan dalam mendistribusikan BBM satu harga.
Anggota Komite BPH Migas, Henry Achmad mengatakan, temuan di lapangan menunjukkan penyelewengan kerap terjadi ketika SPBU bekerja sama dengan pengecer untuk menjual bensin karena mendapatkan margin keuntungan yang jauh lebih tinggi. Padahal sesuai aturan, SPBU merupakan titik serah terakhir (custody transfer) ke konsumen.
"Ada yang demikian karena margin SPBU kan rendah. Kalau yang pasti pas itu hanya Rp280, kalau di pengecer bisa Rp1.500 per liter," kata Achmad di Gedung Migas, Jakarta, Kamis (15/3/2018).
Kendati demikian, Achmad mengaku wewenang BPH Migas sangat terbatas karena pihaknya hanya bertugas untuk mengawasi badan usaha. Jika ada SPBU yang mencurigakan, kata dia, maka BPH Migas hanya mempunyai melaporkannya ke Pertamina untuk ditindaklanjuti ke pihak kepolisian. "Itu kewenangan polisi, kami hanya mengawasi badan usaha," ucapnya.
Selain itu, BPH Migas juga kerap menjumpai modus para oknum tidak bertanggung jawab yang menjual BBM tidak sesuai ketentuan yang berlaku akan ditindak, terutama praktik memodifikasi kendaraan pengangkut BBM.
"Kalau bersubsidi kena pasal 55 UU Migas. Kalau non subsidi pasal 53 tentang izin usaha niaga BBM," tuturnya.
Sebelumnya, ia pernah mengadukan ke Pertamina terkait hasil temuannya bahwa ada salah satu SPBU di Sumenep, Madura, Jawa Timur yang melakukan penyelewengan BBM satu harga. "Kalau yang di Madura sudah saya suruh tutup. Kami mengingatkan Pertamina untuk tutup. Pertamina yang menutup," ujarnya.
Selain di Madura, pihaknya juga menemukan kasus penyelewengan di hampir semua SPBU di Provinsi Bandar Lampung dan Riau. Padahal dengan program ini, pemerintah mensubsidi BBM untuk wilayah tersebut supaya mendapatkan harga yang murah secara merata.
Perlu diketahui, pada tahun kemarin pemerintah melaui Pertamina menargetkan 54 titik penyaluran BBM satu harga di wilayah 3T (Terpencil, Tertinggal, Terluar). Program ini diharapkan mendukung upaya pemerintah untuk menggerakkan dan memeratakan perekonomian nasional, utamanya di wilayah 3T.
Editor: Rahmat Fiansyah