Cara Javara Menggali Kekayaan Pangan Nusantara lewat Tangan Petani
JAKARTA, iNews.id – Indonesia memiliki kekayaan rempah dan komoditas pertanian lain yang sudah terkenal akan kualitasnya di seluruh dunia. Bahkan, kekayaan itu pula yang menarik bangsa Eropa untuk menjajah negeri ini pada masa lampau.
Sayangnya, nasib kebanyakan petani kita di masa sekarang ini kadang masih memprihatinkan. Hal itulah yang kemudian mendorong Javara untuk terlibat dalam meningakatkan taraf hidup mereka.
Hasil panen seperti minyak kelapa, minyak sayur, keripik tempe, garam bali, gula batu, mi sayur, beras, dan tepung dijual dalam kemasan menarik dengan memenuhi standar kesehatan. Lewat cara itulah, Javara ikut membantu membahagiakan para petani.
Javara didirikan oleh Helianti Hilman pada 2008. Pendirian UMKM ini terinspirasi oleh kekayaan warisan keanekaragaman hayati pangan nusantara, kearifan lokal, dan dedikasi para petani yang masih memelihara warisan tersebut.
Berawal dari menyediakan pro bono legal advice kepada para petani, Helianti menyadari pentingnya membangun suatu mata rantai nilai tambah ke pasar yang memberikan kondisi yang lebih baik bagi para petani Indonesia.
“Apalagi mengingat warisan budaya pangan Indonesia, ternyata sejalan dengan meningkatnya permintaan pasar dunia terhadap makanan organik, sehat, dan menyehatkan,” ungkap CEO PT Kampung Kearifan Indonesia (Javara), Erwin Z Achir, kepada iNews.id, pekan lalu.

Pada awalnya, Javara menjalin kemitraan dengan 10 petani dan mulai meluncurkan 8 produk pangan. Dalam empat tahun pertama saja, UMKM ini mampu berkembang dengan ribuan mitra petani dan ratusan produk. Perusahaan ini juga mulai merambah pasar ekspor sejak 2011.
Javara kini memiliki lebih dari 600 produk. Sekitar 200 di antaranya telah bersertifikasi organik standar Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang.
Erwin mengungkapkan, ada total 85 karyawan yang bekerja di Javara. UMKM yang beralamat di kawasan Kemang Utara, Jakarta Selatan, ini pun sudah melakukan ekspor ke lebih dari 25 negara di lima benua. Mayoritas produk yang diekspor adalah coconut sugar (gula semut) dan noodles (mi).
“Seluruh bahan baku diperoleh dari berbagai wilayah di Indonesia. Sebagai contoh, gula semut dan mi diperoleh dari Pulau Jawa,” tuturnya.
Meski sektor UMKM di Tanah Air diterpa ujian berat selama masa pandemi Covid-19, perkembangan usaha Javara justru menunjukkan peningkatan yang baik selama 2 tahun terakhir, khususnya di pasar domestik. Sebagai informasi, rasio penjualan domestik versus ekspor untuk produk Javara pada 2021 adalah sebesar 65 persen versus 35 persen.

Tahun lalu, Javara termasuk salah satu dari 500 UMKM peserta BRILianpreneur 2021. Program binaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI itu sudah berlangsung sejak 2019. Lewat program tersebut, para pelaku UMKM menampilkan produk-produk terbaik dalam negeri, sekaligus mendukung pemerintah dalam Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia.
“BRIlianpreneur adalah program yang baik dan insya Allah memberikan kesempatan bagi para pelaku UMKM untuk meningkatkan brand exposure-nya,” ujar Erwin.
Dia mengungkapkan, peran BRI dalam kegiatan bisnis Javara antara lain berupa pemberian kredit usaha. Tak cukup sampai di situ, bank pelat merah itu juga memberikan Javara akses ke pasar melalui Indonesia Mall dan pameran dagang.
Indonesia Mall adalah program kerja Bank BRI dengan menggandeng sejumlah e-commerce alias toko daring seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, dan Qoo10 asal Singapura. Indonesia Mall bertujuan membantu UMKM yang ada di Indonesia agar produknya bisa terjual secara online. Karena UMKM hanya perlu menyediakan produk saja.
Erwin pun berbagi tips kepada para pelaku UMKM seperti Javara agar bisa bertahan selama situasi sulit seperti pandemi Covid. Pertama, kata dia, pengusaha mesti fokus pada produk-produk yang menghasilkan penjualan dan margin yang baik. Mereka juga harus mengatur arus kas dengan baik.
Berikutnya, pelaku UMKM memastikan agar pembayaran dari customers atau buyers (AR collection) berjalan lancar. “Idealnya, maksimal 30-45 hari untuk pasar domestik,” ucap Erwin.
Dia menuturkan, jika pembayaran dari customers atau buyers terlambat, pelaku UMKM akan mengalami kesulitan keuangan. Akibatnya, mereka jadi tidak memiliki dana yang mencukupi untuk membiayai proses produksi dan biaya operasional lainnya.
Editor: Ahmad Islamy Jamil