Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Usai Teleponan dengan Xi Jinping, Trump: Hubungan AS-China Sangat Kuat!
Advertisement . Scroll to see content

China Beri Pinjaman Rp20.965 Triliun ke Negara-negara Berkembang

Selasa, 07 November 2023 - 19:28:00 WIB
China Beri Pinjaman Rp20.965 Triliun ke Negara-negara Berkembang
Lembaga keuangan China meminjamkan 1,34 triliun dolar AS atau setara Rp20.965 triliun ke negara-negara berkembang dari 2000 hingga 2021. (Foto: Reuters)
Advertisement . Scroll to see content

HONG KONG, iNews.id - Lembaga keuangan China meminjamkan 1,34 triliun dolar AS atau setara Rp20.965 triliun ke negara-negara berkembang dari 2000 hingga 2021. Menurut laporan peneliti Amerika Serikat (AS) di AidData menunjukkan, pemberi pinjaman bilateral terbesar di dunia beralih dari pinjaman infrastruktur ke pinjaman penyelamatan.

Mengutip Reuters, meskipun komitmen pinjaman mencapai hampir 136 miliar dolar AS pada tahun 2016, China masih berkomitmen memberikan pinjaman dan hibah sebesar hampir 80 miliar dolar AS pada tahun 2021, menurut data tersebut. Angka ini mencakup hampir 21.000 proyek di 165 negara berpenghasilan rendah dan menengah dan mungkin merupakan kumpulan data paling komprehensif dari jenisnya.

Pendanaan luar negeri telah memenangkan sekutu-sekutu Beijing di negara-negara berkembang, sekaligus menuai kritik dari negara-negara Barat dan beberapa negara penerima, termasuk Sri Lanka dan Zambia. Pasalnya, proyek-proyek infrastruktur yang didanai China membebani mereka dengan utang yang tidak mampu mereka bayar kembali.

Data menunjukkan bahwa sumber dan fokus pendanaan luar negeri China telah berubah.

Pada tahun 2013, ketika Presiden China Xi Jinping meluncurkan Belt and Road Initiative atau Inisiatif Sabuk dan Jalan untuk membangun infrastruktur di negara-negara berkembang. Bank-bank kebijakan China menyumbang lebih dari setengah pinjaman. Namun, porsinya mulai menurun sejak tahun 2015 dan menjadi 22 persen pada tahun 2021.

Bank Rakyat China dan Administrasi Valuta Asing Negara (SAFE), yang mengelola cadangan mata uang asing China, menyumbang lebih dari separuh pinjaman pada tahun 2021, di mana hampir semuanya merupakan pinjaman dana talangan.

“Beijing sedang menjalankan peran yang asing dan tidak nyaman, sebagai penagih utang resmi terbesar di dunia,” menurut laporan AidData dikutip, Selasa (7/11/2023).

Laporan tersebut menemukan bahwa sebagian besar pertumbuhan pinjaman penyelamatan China dalam mata uang renminbi, dengan pinjaman dalam mata uang China melampaui dolar AS pada tahun 2020. Pembayaran yang terlambat kepada pemberi pinjaman China juga meningkat.

Adapun, salah satu cara China mengelola risiko pembayaran adalah melalui rekening escrow tunai dalam mata uang asing yang dikontrolnya. Pengaturan ini kontroversial karena memberikan senioritas utang kepada China, yang berarti pemberi pinjaman lain, termasuk bank pembangunan multilateral, bisa mendapat bayaran kedua dalam keringanan utang terkoordinasi.

AidData mengidentifikasi 15 negara, terutama di Afrika, dengan total rekening escrow sebesar 2,5 miliar dolar AS pada puncaknya pada Juni 2023.

Penulis utama studi tersebut, Brad Parks menyebut, pihaknya tidak dapat mengidentifikasi semua akun tersebut, karena biasanya akun tersebut dirahasiakan. Namun, dia mencatat bahwa mereka telah menemukan pinjaman yang dijaminkan senilai 614 miliar dolar AS dan uang tunai merupakan sumber jaminan utama yang dibutuhkan oleh pemberi pinjaman China. Data menunjukkan jumlah di rekening escrow bisa jauh lebih tinggi dari 2,5 miliar dolar AS.

Selain itu, China juga lebih banyak bekerja sama dengan pemberi pinjaman multilateral dan bank komersial Barat. Setengah dari pinjaman non-darurat pada 2021 merupakan pinjaman sindikasi, di mana 80 persen di antaranya merupakan pinjaman dari bank-bank Barat dan lembaga keuangan internasional.

Tujuan pinjaman luar negeri China juga telah berubah. Komitmen pinjaman ke negara-negara Afrika turun dari 31 persen dari total pada 2018 menjadi 12 persen pada 2021. Sementara, pinjaman ke negara-negara Eropa meningkat hampir empat kali lipat menjadi 23 persen.

Editor: Aditya Pratama

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut