Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Perusahaan Baja Israel Dibuat Bangkrut Turki gegara Perang Gaza, Rugi Ratusan Miliar
Advertisement . Scroll to see content

Di Hadapan DPR, Dirut Krakatau Steel Beberkan Sebab Utama Proyek Blast Furnace Dihentikan

Senin, 14 Februari 2022 - 14:31:00 WIB
 Di Hadapan DPR, Dirut Krakatau Steel Beberkan Sebab Utama Proyek Blast Furnace Dihentikan
Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk, Silmy Karim (kiri), bersama Menteri BUKMN, Erick Thohir. (Foto: dok iNews)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), Silmy Karim, membeberkan penyebab utama dihentikannya proyek Blast Furnace atau peleburan tanur tinggi. 

Menurut dia, penyebab utama dihentikannya proyek Blast Furnace karena Krakatau Steel mengalami kerugian signifikan, akibat ketidakseimbangan antara kapasitas fasilitas hulu (ironmaking and steelmaking) dan kapasitas fasilitas hilir. 

Hal itu, menyebabkan perseroan harus mengimpor bahan baku, dan memproduksi baja setengah jadi dengan harga yang tinggi dan berfluktuasi. 

"Setelah beroperasi, kami menghitung antara produk yang dihasilkan dengan harga jual tidak cocok hitungannya atau dengan kata lain rugi. Dengan ini Kementerian BUMN berkonsultasi dengan BPK, dengan kajian lembaga independen, kita putuskan menghentikan operasinya," ujar Silmy, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR, Senin (4/2/2022).

Dia membeberkan, penyebab dihentikannya proyek Blast Furnace juga terkait dengan kenaikan harga hingga keterbatasan jumlah energi seperti listrik dan natural gas. Hal ini mendorong Krakatau Steel mengambil langkah efisiensi berupa mencari energi alternatif lain.

Selain itu, tidak efektifnya proyek Blast Furnace adalah tidak adanya fasilitas basic oksigen furnace. Silmy menyebut, pada 2008 lalu, Krakatau Steel memiliki fasilitas hulu berupa direct reduction plant, slab steel plant, dan billet steel plant. 

Saat itu, lanjut Silmy, manajemen KRAS berhitung bahwa pengembangan kapasitas baja dimulai dari fasilitas hulu dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas eksisting. 

Pertimbanganya, jika perusahaan membangun Blast Furnace dengan teknologi basic oksigen furnace, maka KRAS harus mendemolisi fasilitas eksisting, sehingga diputuskan pembangunan blast furnace dengan integrasi atau modifikasi fasilitas yang ada. 

"Hanya saja, dalam proses produksinya, khususnya produksi hot metal dalam menghasilkan slab internal, didapati hasil produksi slab lebih mahal dibandingkan harga slab pasar. Bahkan, lebih tinggi dibandingkan harga jual HRC," kata Silmy. 

Dia mengungkapkan, harga slab produksi mencapai USD742 per ton, harga slab market 476 dolar Amerika Serikat (AS) per ton, sementara harga HRC market senilai 629 dolar AS per ton. 

Atas hasil kajian KPMG, maka dengan perubahan asumsi pada saat perencanaan dan kondisi aktual, kinerja Krakatau Steel akan lebih buruk dengan mengoperasikan Blast Furnace dalam 5 tahun ke depan. Bahkan, emiten diproyeksi mengalami kerugian dan memerlukan modal kerja hingga 2,5 miliar dolar AS. 

"Manajemen saat itu yaitu kami kami ini ya, memutuskan tidak mengoperasikan atas seluruh kajian yg ada termasuk, kejaksaan juga, kita hentikan sambil kuta siapkan fasilitasnya," ungkap Silmy. 

Editor: Jeanny Aipassa

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut