Dilema Pemerintah Tetapkan Harga Pertamax: Naik Tak Naik Sama Repotnya
JAKARTA, iNews.id - Pemerintah dihadapkan pada dilema antara menaikkan atau mempertahankan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), khususnya Pertamax yang murah di pasaran.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, mengatakan harga minyak dunia yang melambung membuat harga keekonomian BBM termasuk Pertamax ikut meroket.
Sayangnya, naiknya harga keekonomian Pertamax tidak beriringan dengan harga yang ditetapkan pemerintah ke masyarakat. Saat ini, Pertamax masih dibanderol seharga Rp9.000 hingga Rp9.500 per liter.
Mengutip laman Kementerian ESDM, Rabu (30/3/2022), harga keekonomian Pertamax untuk Maret 2022 mencapai Rp14.526 per liter. Pada April 2022, harga keekonomian Pertamax diprediksi mencapai Rp16.000 per liter.
Terkait dengan itu, Komaidi mengatakan, posisi pemerintah serba salah dalam menyesuaikan harga Pertamax. Artinya, naik atau tidak naik, keputusan tersebut sama repotnya dan berdampak bagi pemerintah dan masyarakat.
"Memang ini sulit bagi pemerintah, kita sudah net importir (minyak), harganya tinggi kalau mau dinaikkan dampaknya ke daya beli, kalau tidak dinaikkan ada risiko besar di fiskal belum lagi di aspek moneter," ungkap Komaidi dalam Market Review IDX Channel, Rabu (30/3/2022).
Lebih lanjut, menurut Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, seharusnya harga jual BBM RON 90 ke atas ditentukan oleh badan usaha. Namun, karena penyalur utama BBM RON 90 adalah Pertamina, yang merupakan BUMN, keputusan penentuan harganya kembali ke pemerintah lagi.
"Akhirnya ini jadi masih dikalkulasi, biaya dan manfaatnya terutama menyelaraskan dengan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," ujar Komaidi.
Dia menjelaskan, dalam mengantisipasi naiknya harga BBM, perlu adanya sharing beban yang dilakukan oleh negara melalui APBN, BUMN dan konsumen. Jika hanya mengandalkan APBN, beban keuangan negara semakin berat. Jika hanya mengandalkan masyarakat, daya beli akan menurun tajam.
"Kalau hanya ke BUMN juga bahaya kalau keuangan mereka terganggu, sementara mereka jadi ujung tombak (penyaluran BBM), dikhawatirkan mereka jadi krisis. Jadi memang harus seimbang," tutur Komaidi.
Editor: Jeanny Aipassa