Dirut Pertamina Buka-bukaan 4 Penyebab Kilang Terbakar dan Meledak
JAKARTA, iNews.id - Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan empat faktor utama yang sering menjadi penyebab kilang minyak perusahaan terbakar dan meledak. Faktor-faktor itu berdasarkan audit lembaga internasional dengan menggunakan International Sustainability Rating System (ISRS).
"Secara garis besar resiko yang akan terjadi di aset (kilang minyak) kita itu ada empat penyebab kemungkinan dan ini kita detailkan," kata dia saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (4/4/2023).
Empat faktor utama yang menyebabkan kebakaran dan meledaknya kilang minyak milik BUMN minyak dan gas bumi (migas) itu, pertama, sambaran petir atau lightning. Pelepasan muatan listrik dari awan membuat kilang minyak bisa terbakar dan meledak, sehingga dibutuhkan lightning protection systems (LPS) atau sistem penangkal petir yang baik.
Nicke mengaku, Pertamina telah mengeluarkan anggaran sebesar 600 juta dolar AS atau setara Rp 8,9 triliun untuk membangun LPS atau sistem penangkal petir di seluruh kilang minyak perseroan. Proyek ini kini sudah selesai.
"Karena lightning atau petir, jadi yang dilengkapi, dibangun di semua kilang itu lightning protection system dan ini sudah selesai, dan lightning protection-nya kita dua lapis," ucapnya.
Kedua, kelebihan aliran alias overflow. Faktor ini merujuk pada kasus kebakaran sejumlah kilang milik perseroan.
"Itu overflow karena itu juga terjadi di salah satu case (kasus) terjadi overflow, sehingga itu menjadi salah satu penyebab kebakaran. Itu pun, kita progresnya nanti dilaporkan Pak Taufik Aditiyawarman, di kilang-kilang mana yang sudah dilakukan," tuturnya.
Ketiga, kebocoran gas hidrogen. Faktor ini juga merujuk pada kasus ledakan yang terjadi di Kilang Balikpapan dan Kilang Dumai.
"Kita ambil case-nya Balikpapan, itu high temperature hydrogen attack, ini juga sudah masuk dalam program kita," ujarnya.
Keempat, karena sulfida. Tercatat, kilang Pertamina masih menggunakan teknologi lama dalam memproses sulfida. Kondisi itu justru membahayakan jika produksi sulfida dengan kadar tinggi.
"Resiko yang keempat sulfidation, kita sama-sama tahu kilang-kilang kita dengan teknologi lama itu hanya bisa memproses yang sulfurnya rendah, jadi program-program yang dilakukan RDMP agar kilang ini bisa memproduksi sulfur tinggi," tutur Nicke.
Editor: Jujuk Ernawati