Ekonomi Sri Lanka Nyaris Terhenti karena Hadapi Krisis Keuangan Terburuk
KOLOMBO, iNews.id - Kegiatan ekonomi Sri Lanka hampir terhenti karena menghadapi krisis keuangan terburuknya. Sri Lanka telah kehabisan bahan bakar untuk transportasi dan hanya ada sedikit tanda-tanda pasokan baru akan masuk.
Pemerintah Sri Lanka mengumumkan Jumat sebagai hari libur bagi kantor-kantor publik dan sekolah untuk membatasi pergerakan kendaraan. Sementara itu, ribuan kendaraan mengantre hingga berkilo-kilometer di SPBU untuk mengisi BBM.
Mengutip Bloomberg, Menteri Tenaga dan Energi Sri Lanka Kanchana Wijesekera mengatakan, Ceylon Petroleum Corp yang dikelola negara belum menerima tender untuk stok bahan bakar baru karena pemasok terhalang oleh pembayaran yang belum dibayar.
Negara Asia Selatan itu telah menjangkau beberapa perusahaan dan negara, termasuk Rusia untuk mendapatkan pasokan BBM. Selain itu, mengharapkan persetujuan dari India untuk mendapatkan kredit baru senilai 500 juta dolar AS guna impor bahan bakar.
Krisis ekonomi Sri Lanka, yang paling mengerikan dalam sejarah kemerdekaannya, membuat rakyatnya melakukan demo besar-besaran selama beberapa bulan terakhir. Mereka berupaya melengserkan Presiden Gotabaya Rajapaksa dan anggota keluarganya dari pemerintahan. Klan tersebut disalahkan karena mengambil keputusan yang menyebabkan kelangkaan mulai dari bahan bakar hingga obat-obatan, inflasi hampir 40 persen, pemadaman listrik harian selama 13 jam, dan default utang.
Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan, mereka akan membutuhkan bantuan sekitar 6 miliar dolar AS dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan negara lain termasuk India dan China untuk mengatasi krisis selama enam bulan ke depan. Pemrintah juga sedang mencari cara untuk mempercepat pembicaraan bailout dengan IMF demi mendapatkan sumber pendanaan baru lainnya.
Ekonomi Sri Lanka kemungkinan mengalami kontraksi pada kuartal I tahun ini akibat dihantam protes publik, ketidakstabilan politik, harga komoditas yang tinggi, dan gangguan rantai pasokan.
Editor: Jujuk Ernawati