Eks TKN Prabowo-Gibran Duduki Kursi Komisaris BUMN, Stafsus Erick Thohir: Nggak Ada Larangan!
JAKARTA, iNews.id - Sejumlah eks Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo - Gibran menduduki kursi komisaris BUMN. Tak main-main, mereka dipilih menjadi Komisaris Utama hingga anggota Komisaris perusahaan pelat merah.
Misalnya saja, Simon Aloysius Mantiri yang ditunjuk sebagai Komisari Utama PT Pertamina (Persero), dan Siti Nurizka Puteri mengisi bangku Komisaris Utama PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang.
Lalu, ada juga Condro Kirono yang menjadi Komisaris Independen Pertamina, Fuad Bawazier menjabat Komisaris Utama PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND, hingga Grace Natalie Louisa sebagai Komisaris MIND ID.
Merespons hal tersebut, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan pada dasarnya tidak ada larangan perihal penunjukan eks TKN untuk duduk di kursi BUMN. Sebab, kata dia, wajar bila BUMN dikelola orang-orang dari berbagai latar belakang, termasuk politisi.
“Yang pasti namanya BUMN itu kan mendukung perusahaan milik pemerintah, maka wajar kalau misalnya kita cari dari berbagai latar belakang, dan latar belakang politik tidak menjadi larangan, nggak ada larangan,” ucap Arya kepada wartawan, Rabu (12/6/2024).
klik halaman selanjutnya untuk membaca>>>
Selain sejumlah eks TKN dinilai sosok yang kompeten, Arya menyebut BUMN perlu mendapat dukungan politik. Pasalnya, kerja perusahaan juga untuk pemerintah.
“Kedua, mereka kalau selama itu kompeten ya tidak ada masalah dong. Jadi latar-latar belakang itu, sehingga kita nggak bisa katakan bahwa kalau politik tidak boleh, dan wajar juga, karena BUMN ini juga butuh dukungan politik, berbeda dengan perusahaan swasta,” ucap dia.
Arya memberi contoh pengajuan penyertaan modal negara (PMN), pembentukan holding, merger, IPO, hingga pembubaran BUMN harus mendapat persetujuan legislatif. Karena itu, dukungan politik dari internal perusahaan merupakan sesuatu yang dibutuhkan.
“Kebijakan dan keputusan-keputusan besar di BUMN itu harus disetujui DPR lho, mau merger, DPR, mau holding DPR, mau IPO, DPR, mau dibubarkan, DPR, mau dapat PMN, penugasan DPR. Jadi banyak kebijakan di BUMN itu berhubungan sama politik, berbeda dengan swasta,” tutur Arya.
“Memang di swasta merger butuh ke DPR? Persetujuan? Nggak ada. Karena BUMN ini kan dimiliki oleh negara, sahamnya, maka harus ada persetujuan dari rakyat yang diwakili oleh DPR. Maka unsur politik pun tidak mungkin, nggak boleh kita munafik dan nggak boleh kita menafikkan kalau unsur politik nggak masuk dalam BUMN, selama keputusan-keputusan vital mengenai BUMN tetap berkaitan dengan politik di DPR,” kata dia.
Sementara itu, penunjukan eks TKN sebagai bos di BUMN tak berselang lama atau dua bulan setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan Prabo
Editor: Puti Aini Yasmin