Emas Mahar Cinta, Pengorbanan Fitria untuk Modal Usaha dan Pendidikan Keluarga
JAKARTA, iNews.id - Kompleks perumahan di daerah Citayam Kabupaten Bogor, menjadi tempat Fitria hidup dan mengadu nasib bersama suami dan anaknya. Ibu berusia 42 tahun ini, dengan telaten membungkus produk kesehatan dan kecantikan yang telah dipesan pembeli.
Di balik ketelatenannya dalam membungkus pesanan pelanggan, senyum Fitria menyiratkan cerita pengorbanan tentang cinta, ketangguhan, dan harapan.
Beberapa minggu yang lalu, usaha produk kesehatan dan kecantikannya nyaris gulung tikar karena omset yang terus merosot. Kini Fitria bisa kembali tersenyum lega, karena usahanya bisa berjalan setelah mendapat tambahan modal.
Modal itu diperolehnya dari menggadaikan gelang emas mahar pernikahannya ke Pegadaian. Fitria tak hanya menambah modal usahanya, tetapi juga menyelamatkan mimpi pendidikan anak-anak dan suaminya.
Kisah Fitria adalah potret nyata dari ribuan pengusaha umkm perempuan Indonesia yang bergulat dalam badai ekonomi. Omset dagangan yang dulu ramai, kini turun hingga 60 persen. Hal ini terjadi akibat persaingan online dan kondisi ekonomi global, yang membuat daya beli masyarakat terus menurun.
Sementara itu, dua anaknya yang masih duduk di kelas dua SMK dan kelas lima SD, membutuhkan biaya sekolah yang tak bisa ditawar. Tak hanya itu, suaminya yang seorang karyawan swasta, juga sedang mengejar gelar S2 yang menelan biaya cukup besar.
"Simpanan kami habis seketika. Anak-anak hampir tak bisa bayar SPP, suami stres karena riset tesisnya terhenti, dan dagangan saya sepi karena stok hampir habis," cerita Fitria dengan suara lirih, matanya menatap barang dagangan seolah mengenang hari-hari kelam itu.
Kondisi ekonomi membuat beban finansial menumpukUsaha produk kesehatan dan kecantikan yang dikelola Fitria adalah menyumbang separuh nafkah keluarga selama 5 tahun terakhir. Namun, dengan omset yang merosot tajam, dan beban finansial yang menumpuk, membuat Fitria kian terpojok.
Hingga akhirnya, setelah berdiskusi dengan suami, ia memutuskan menggadaikan gelang emas 10 gram yang merupakan mahar pernikahannya 17 tahun silam.
"Emas itu lambang cinta kami, janji suami saat akad. Ini untuk masa depan kita. Melepasnya seperti mencabik hati, tapi demi anak-anak dan suami, saya harus kuat," katanya, jarinya menyentuh pergelangan tangan kosongnya dengan lembut, seolah masih merasakan kehangatan masa lalu.
Dengan pinjaman Rp15 juta dari Pegadaian, Fitria langsung memesan stok barang dagangannya, melunasi tunggakan SPP anak-anak, dan mengalokasikan sebagian untuk biaya kuliah suaminya.
Proses Pencairan Uang Hanya Dalam Hitungan MenitLayanan gadai emas dari Pegadaian menjadi sahabat tak tergantikan bagi keluarga seperti Fitria. Prosesnya sangat sederhana, dengan membawa emas sebagai jaminan, tunjukkan KTP, isi formulir, uang cair dalam hitungan menit di rekening bank yang sudah ditentukan.
"Petugasnya ramah banget, jelasin tenor dan bunga dengan teliti. Saya dapat tenor 4 bulan, bunganya juga tidak terlalu tinggi. Saya merasa aman dan tidak terbebani," ujar Fitria.
Bagi Fitria gelang emas yang digadaikannya bukan sekedar jaminan finansial. Gelang emas itu adalah saksi bisu perjalanan cinta mereka.
"Setiap malam, saya cerita pada suami soal gelang itu, bagaimana saat kami membelinya bersama. Kini, dengan melepasnya sementara, gelang emas itu justru membawa berkah baru, anak-anak tetap belajar, suami bisa lanjut kuliah. Ini bukan kekalahan, banyak pelajaran yang bisa diambil. Saya yakin, suatu saat nanti gelang emas itu pasti kembali," katanya penuh keyakinan.
Pegadaian mengEMASkan IndonesiaUsai pandemi Covid-19, pelaku UMKM seperti Fitria masih terus berjuang untuk bertahan. Tantangan digitalisasi serta kondisi perekonomian membuat mereka harus jatuh bangun dalam menjalankan usaha.
Pada kondisi seperti inilah pegadaian hadir menjadi jembatan empati dengan bunga yang kompetitif dan tenor yang bersahabat. Pegadaian mengEMASkan Indonesia dengan mengubah pengorbanan Fitria menjadi harapan untuk anak-anak dan suami, serta mimpinya yang tak pernah pudar. #mengEMASkanindonesia
Editor: Puti Aini Yasmin