Erick Thohir Beberkan Syarat untuk Investor Baru BSI
JAKARTA, iNews.id - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini masih menjajaki kerja sama dengan sejumlah investor asing. Hal ini menyusul rencana divestasi saham yang akan dilakukan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BRI dan PT Bank Negara Indonesia Tbk atau BNI di PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).
Menteri BUMN, Erick Thohir menuturkan, investor yang bergabung ke BSI nantinya harus perusahaan kaliber yang mampu membawa BSI masuk ke dalam sepuluh perbankan syariah terbesar di dunia.
"Kita mau cari partner yang bisa menjadikan BSI bank syariah secara global. Sekarang ini ranking 12, siapa tahu ke depan bisa masuk 10 besar (level global)," ujar Erick saat ditemui di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (9/11/2023).
“Partner yang bisa membuka akses kita, membuka kantor di London, Riyadh, Mekkah, Madinah, Dubai ini yang kita dorong, karena pendanaan dalam konteks syariah menarik ke depan untuk terus dieksplorasi,” tuturnya.
Erick menambahkan, pihaknya tidak mau terburu-buru memutuskan siapa pihak yang menjadi mitra BSI. Oleh karena itu, saat ini pembahasan masih terus dilakukan.
"Kita masih diskusi, karena mencari partner jangan buru-buru. Seperti kita berpartner dengan Singtel, Telkom, ya sekarang partner-nya makin bagus. Setelah masing-masing pihak antara Telkomsel dan Telkom membagi wilayah, yang satu B2B, yang satu B2C," ucap Erick.
BRI dan BNI berencana melakukan divestasi sahamnya di Bank Syariah Indonesia (BSI). Sebelumnya, Direktur Utama BRI, Sunarso mengatakan, pelepasan saham di BSI bertujuan mengoptimalisasikan portofolio perusahaan. Sehingga tidak harus dilakukan secara terburu-buru atau sesegera mungkin.
Dia memastikan divestasi saham harus berdampak positif bagi kinerja BRI hingga penerapan Good Corporate Governance (GCG) yang maksimal.
"Mendesak tidak divestasi? Saya jawab tidak mendesak karena ini bagian optimalisasi portofolio. Kita tetap fokus dua hal, value harus optimal dan maksimal, lalu GCG harus terpenuhi," ucap Sunarso beberapa waktu lalu.
Editor: Aditya Pratama