Garuda Indonesia: Laporan Keuangan 2018 Sudah Sesuai Standar Akuntansi
TANGERANG, iNews.id - PT Garuda Indonesia Tbk memastikan laporan keuangan perseroan tahun 2018 sudah sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Hal ini menyusul perdebatan soal piutang yang masuk dalam pos pendapatan.
Direktur Keuangan Garuda, Fuad Rizal mengatakan, piutang dapat dibukukan sebagai pendapatan selama belum diterima sebagai kas. Hal tersebut sah secara akuntansi.
"PSAK 23 menyatakan 3 kategori pengakuan pendapatan yaitu penjualan barang, penjualan jasa dan pendapatan atas bunga, royalti dan dividen di mana seluruhnya menyatakan kriteria pengakuan pendapatan yaitu Pendapatan dapat diukur secara handal, adanya manfaat ekonomis yang akan mengalir kepada entitas dan adanya transfer of risk," kata Fuad, Senin (29/4/2019).
Pernyataan Fuad menepis isu yang beredar usai dua komisaris Garuda, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak lapkeu 2018 dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPS). Hal ini terkait diakuinya piutang dari Mahata Aero Teknologi sebagai pendapatan Garuda.
Menurut Fuad, pendapatan tersebut sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Selain itu, hal ini sejalan dengan hasil audit yang dilakukan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (BDO international).
"Sebagai Big 5 Audit Firm, BDO seharusnya telah menerapkan standar audit internasional yang sangat baik” ujar Fuad.
Direktur Teknik dan Layanan Garuda, Iwan Joeniarto mengatakan, kerja sama layanan konektivitas antara Garuda dan Mahata merupakan kerja sama saling menguntungkan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada penumpang.
Dalam perjanjian kerja sama itu, kata dia, terdapat dua transaksi: pertama biaya kompensasi atas penyerahan hak pemasangan layanan konektivitas serta pengelolaan in-flight entertaiment dan kedua soal bagi hasil (profit sharing) atas alokasi slot untuk setiap pesawat terhubung selama periode kontrak.
"Atas transaksi tersebut, Garuda mengakui pendapatan yang merupakan pendapatan atas penyerahan hak pemasangan konektivitas, seperti halnya signing fee/biaya pembelian hak penggunaan hak cipta untuk bisa melaksanakan bisnis di pesawat Garuda," ujar dia.
Iwan menambahkan, penjualan hak ini tidak tergantung periode kontrak dan bersifat tetap. Pasalnya, hal ini menjadi kewajiban saat kontrak ditandatangani.
"Garuda tidak memiliki sisa kewajiban setelah penyerahan hak pemasangan alat konektivitas tersebut. Sesuai dengan pendapat hukum dari Kantor Hukum Lubis, Santosa & Maramis," kata dia.
Editor: Rahmat Fiansyah