Guru Besar Ekonomi Ingatkan Hal Ini agar RI Raih Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
JAKARTA, iNews.id - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen. Namun, Guru Besar dari Universitas Paramadina Prof Ahmad Badawi Saluy menilai target tersebut mustahil untuk dicapai, jika tidak dibarengi dengan beberapa hal.
Menurut Badawi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada dasarnya mengalami penurunan dari tahun 2011 hingga 2024. Hal itu ternyata juga dibarengi dengan kontribusi industri yang loyo.
Padahal, katanya, industri memiliki peranan yang penting dalam mendorong petumbuhan ekonomi. Badawi menjelaskan, pertumbuhan industri manufaktur Indonesia berada di bawah target, yakni 18,89 persen. Kemudian, industri pengolahan hanya menyumbang 1 persen dari pertumbuhan ekonomi RI di 2024 sebesar 5,02 persen.
"Kontribusi manufaktur kepada pertumbuhan ekonomi di Indonesia paling tinggi pada 1999 -2001, setelah itu terus melemah. Begitu pula sumbangan manufaktur terhadap PDB per kapita juga terus menerus turun," ujarnya dalam Diskusi Publik Indef & Universitas Paramadina 'Mustahil Timbuh 8% Tanpa Industri yang Kuat, Kamis (27/2/2025).
Badawi memaparkan skor Competitive Industrial Perfomance (CPI) Index Indonesia berada di peringkat ke-39. Angka ini berada di bawah Vietnam (ke-30), Thailand (ke-25), dan Malaysia (ke-20). Tak cuma itu, industri Indonesia juga masih berbasis sumber daya dan bukan teknologi.
"Jika ditinjau dari struktur industri pengolahan berdasarkan teknologi, ternyata Indonesia memang paling tinggi di resource base (47,4 persen). Namun sisi low tech 23,9 persen, medium tech 24,2 persen dan high tech di industri kita hanya 4,5 persen," kata dia.
Bila dibandingkan dengan Malaysia, Thailand dan Vietnam nilai teknologinya jauh lebih tinggi dibanding Indonesia, baik dari low tech, medium tech hingga high tech.
Meski begitu, ia menjelaskan bahwa share industri manufaktur pada PDB 2025 meningkat hingga 20,8 persen. Kemudian, pertumbuhan PDB industri manufaktur berada di angka 5,5-5,2 persen.
"Sementara PDB per kapita Indonesia memang terus meningkat hingga 78,6 triliun pada 2024," ucapnya.
Sementara itu, Peneliti Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef Ariyo DP Irhamna menilai pemerintah harus memiliki kebijakan yang mampu mendorong optimalisasi dengan industrialisasi industri padat karya. Sebab, ia menilai saat ini ada beberapa industri yang turun, seperti tekstil.
"Di Indonesia, dari tinjauan Purchasing Manager Indeks (PMI) industri manufaktur nasional. Setelah alami stuck di 2020 akibat Covid-19, pada 2024 PMI memang menunjukkan trend meningkat sesuai dengan trend global. Namun pada 2025 ada penurunan dibanding 2024 yang merupakan sinyal kurang baik bagi industri nasional," kata Ariyo.
"Terdapat kesenjangan pertumbuhan pada sektor tenaga kerja yang mestinya berkontribusi besar pada sektor industri pengolahan, industri pengolahan ternyata belum optimal menyerap tenaga kerja sebesar sektor pertanian," ujar dia.
Editor: Puti Aini Yasmin