Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Daftar Terbaru Harga BBM Pertamina, Berlaku Mulai 1 November 2025!
Advertisement . Scroll to see content

Indonesia Berpotensi jadi Pusat Energi Bersih Dunia, Program Dekarbonisasi Pertamina Kian Agresif

Selasa, 17 Oktober 2023 - 14:45:00 WIB
Indonesia Berpotensi jadi Pusat Energi Bersih Dunia, Program Dekarbonisasi Pertamina Kian Agresif
Pertamina gencar jalanakan program dekarbonisasi, ini gerakannya (IG Pertamina)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Indonesia digadang-gadang bisa menjadi pusat (hub) sumber energi rendah karbon di tingkat dunia. Transformasi ini didorong oleh kepemilikan bioenergi yang dapat menghasilkan biomassa, biogas, dan bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel, sumber energi bersih paling akseleratif untuk merealisasikan bauran energi baru dan terbarukan (BET). 

Optimisme tersebut diutarakan Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Panitia Kerja (Panja) Komisi VI DPR RI, Senin 2 Oktober 2023 lalu. Dia yakin kepemilikan bioenergi mampu membawa Indonesia menjadi negara penyedia sumber energi bersih baik di level regional dan global. 

Saat ini hub energi dunia masih dipegang oleh negara-negara penyuplai minyak mentah berbahan bakar fosil (fossil fuel) kelas kakap, misalnya Amerika Serikat (AS), Arab Saudi, Rusia, Kanada, China, dan beberapa negara lainnya. Kendati begitu, ke depannya posisi itu dipercaya bisa diambil alih oleh Indonesia, namun dengan status baru berupa hub sumber energi bersih. 

"Bapak dan Ibu pimpinan kalau sekarang kita melihat hub atau pusat dari supply BBM atau energi dari fossil fuel adalah berasal dari negara-negara penghasil minyak. Namun, nanti dengan bioenergi, maka pusat-nya akan bergerak ke negara-negara yang memiliki sumber bahan bakar nabati, sehingga Indonesia mempunyai potensi untuk menjadi hub bagi penyediaan sustainable aviation fuel," kata  Nicke saat rapat dengar pendapat. 

BBN atau biofuel bagian dari bioenergi, dipahami sebagai sumber energi bersih yang dihasilkan dari bahan baku melalui mekanisme teknologi tertentu. Turunan dari BBN berupa biodiesel, bioetanol dan minyak nabati murni. Biodiesel, misalnya, dapat menggantikan peran diesel atau Solar yang menggunakan minyak bumi berbahan dasar fosil.

Tidak mengherankan bila konsumsi bahan bakar alternatif ini menjadi tren di banyak negara untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK) dan emisi karbon dari kendaraan berbasis BBM fosil. Bahkan, di Tanah Air pemanfaatan biodiesel akan disyaratkan dalam sektor industri transportasi baik darat, laut, dan udara. 

Bioenergi di dalam negeri berasal dari sejumlah sektor strategis. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merinci sumber bioenergi meliputi, bidang perkebunan seperti kelapa sawit (batang, pelepah, cangkang, serat, tandan kosong), tebu gula (batang, daun, bagas), kelapa (tempurung, sabut), dan batang pohon karet.

Lalu, bidang pertanian yang terdiri atas padi (sekam dan jerami), jagung (batang, daun, bonggol), singkong atau berupa limbah cair singkong. Sektor peternakan yang diolah dari limbah cair peternakan (ternak sapi).

Kemudian, kehutanan yang berasal dari serbuk kayu lapis, serbuk gergaji, limbah veneer, black liquor, limbah kertas pulp. Serta, sampah kota baik organik basah dan Refuse Derived Fuel (RDF). 

Bukan hanya ramah lingkungan saja, Nicke menekan pemanfaatan bioenergi memberi dampak positif bagi pertumbuhan makro ekonomi nasional, lantaran mendorong kinerja industri perkebunan, menghidupkan lahan-lahan yang tidak produktif, hingga menyerap tenaga kerja baru dalam jumlah besar.
 
Dari catatan Kementerian ESDM penerapan bioenergi memberikan nilai tambah pada hilirisasi industri pertanian dalam negeri, menstabilkan harga Crude Palm Oil (CPO), meningkatkan kesejahteraan petani kecil, menghasilkan lebih sedikit emisi gas rumah kaca, mengurangi bahan bakar impor, menghemat devisa negara dan neraca perdagangan, menyediakan kesempatan kerja, serta menjaga ketahanan energi nasional. 

Menelisik peran dan manfaat bioenergi, mampukah Pertamina mendorong Indonesia menjadi pusat sumber energi global?

Tampak BUMN di sektor minyak dan gas bumi (migas) ini sangat serius mengembangkan bioenergi. Komitmennya jelas terlihat dari pilot project pembuatan biodiesel 50 persen (B50) yang saat ini masih dalam penggodokan.

Kajian komprehensif untuk menyiapkan tekno ekonomi, kerangka regulasi, fasilitas insentif, infrastruktur, penetapan standar kualitas produk, hingga pengembangan industri pendukung sedang dilakukan Pertamina selaku pelaksana mandatory dan otoritas terkait di tingkat pusat.

Wakil Menteri BUMN I, Kartika Wirjoatmodjo atau Tiko, mengatakan Pertamina tengah menyiapkan diri untuk mengimplementasikan B50, setelah perseroan berhasil memproduksi biodiesel 35 persen (B35). Dia memastikan B50 segera direalisasikan dalam waktu dekat ini. 

Adapun B50 berasal dari perpaduan 50 persen solar dan 50 persen Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang merupakan BBN berbasis CPO. "Saat ini ada pembicaraan untuk kita mendekatkan lagi menjadi B50, dalam waktu dekat," ujar Tiko saat ditemui iNews.id. 

Pertamina sebagai katalisator sumber energi bersih di Tanah Air, kata Tiko, tengah shifting ke biofuel dengan mengembangkan biodiesel, bioetanol dan minyak nabati murni, di samping terus melakukan eksplorasi hulu untuk menjaga ketahanan energi fosil. Dalam masa transisi energi saat ini, pasokan fossil fuel masih diperlukan untuk memperkuat ketahanan energi nasional.

Pasalnya, Indonesia masih membutuhkan bahan bakar fosil selama dua dekade atau 20 tahun ke depan. Meski demikian, pengembangan bioenergi sebagai strategi unggul pemerintah melalui Pertamina terus digodok untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca, sesuai amanah Nationally Determined Contribution (NDC) dan transisi energi menuju Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. 

"Karena itu, walaupun Pertamina mulai shifting ke biofuel, mulai shifting menggunakan etanol, tapi mereka tetap melakukan eksplorasi hulu, karena tidak mungkin kita melakukan eksplorasi karena kita butuh fossil fuel sampai dengan dua dekade ke depan, tetap," ucapnya.

Aksi korporasi dengan memproduksi bahan bakar rendah karbon (low carbon fuel) bertujuan menurunkan emisi di sektor transportasi. Tiko menyebut produk BBM hijau (green) yang dihasilkan Pertamina akan diterapkan di bidang transportasi, salah satunya bioavtur yang termasuk dalam klasifikasi sustainable aviation fuel (SAF) berbasis bahan bakar nabati yang akan digunakan oleh seluruh maskapai penerbangan di Tanah Air. 

Baru-baru ini, Pertamina dan PT Garuda Indonesia Tbk, telah merampungkan proses uji coba bioavtur yang memiliki kandungan minyak inti kelapa sawit (J2.4) dan digunakan pada operasional pesawat penerbangan komersial milik emiten bersandi saham GIAA.

"Ada program di Pertamina meningkatkan biofuel dan low carbon fuel, dimana komposisi biofuel ditingkatkan melalui biodiesel yang saat ini sudah B35, kita juga meng-introduce juga bioetanol, Pertamax Green 95 dan juga kedepan sustainable aviation fuel untuk pesawat yang beroperasi di Indonesia," kata dia.

Tak berhenti di B50 saja, Pertamina tetap melakukan lompatan besar dengan menggarap pilot project biodiesel 100 persen (B100) atau murni berbahan baku CPO. Orang nomor satu di Pertamina, Nicke Widyawati, memastikan kemampuan kilang minyak perusahaan mampu mengembangkan biodiesel murni dengan mengedepankan teknologi canggih.

Rencana produksi B100 mencuat sejak 2019 lalu, kala itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Pertamina mulai menjajaki biodiesel murni. Atas arahan Kepala Negara, perusahaan secara bertahap melakukan penggodokan hingga akhirnya produksi B100 sepenuhnya dilaksanakan pada 2024. Target implementasinya pertama kali akan dilaksanakan di Kilang Plaju, Sumatera Selatan.

"Jadi kita dari tahun 2008, kita sudah mengembangkan biodiesel mulai dari 2,5 persen, kita terus bertahap sehingga nantinya ini akan kita capai dengan B50, tapi sebenarnya secara teknologi kita kita bisa sampai B100," tuturnya. 

Bukan kali pertama BUMN yang aktif di sektor hulu dan hilir industri minyak dan gas ini memfasilitasi bioenergi, perseroan sebelumnya juga berhasil mengimplementasikan biodiesel 35 persen (B35) dan mulai diterapkan sejak awal Februari tahun ini. Dalam konteks itu, Pertamina memfasilitasi FAME yang merupakan BBN berbasis CPO 35 persen ke dalam BBM jenis Solar.

Tercatat, hingga Agustus 2023 ada 119 Terminal BBM yang dikelola Pertamina sudah menyalurkan B35 di pasar Tanah Air. Dengan kata lain, telah tersedia secara 100 persen di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Adapun perusahaan menargetkan serapan B35 sepanjang 2023 sebesar 13,15 juta kiloliter (kl).

Tak main-main, penerapan B35 mampu menghemat devisa negara yang diperkirakan Pertamina menyentuh angka Rp 161 triliun pada tahun ini, lantaran adanya penurunan impor BBM jenis Solar. Sebelumnya, perusahaan berhasil menghemat devisa negara senilai Rp 120 triliun akibat substitusi BBM sepanjang tahun lalu. 

"Karena ini (B35) sebagai pengganti impor BBM tentunya, dan pencapaian yang sudah kita lakukan dengan adanya mandatory B35 ini menghasilkan baik itu penghematan devisa, di tahun 2022 itu mencapai Rp 120 triliun, di tahun ini diproyeksi ini bisa menurunkan impor BBM (jenis Solar) Rp 161 triliun," ujar dia dihadapan Panitia Kerja (Panja) Komisi VI DPR RI.

Dari sisi penurunan karbon emisi, Nicke menyebut Pertamina telah menurunkan 28 juta ton C02 pada 2022. Bahkan perseroan menargetkan penurunannya mencapai 35 juta ton C02 pada 2024. Dia yakin bahwa melalui tangan dingin perusahaan migas ini, Indonesia mampu memanfaatkan biofuel dalam transisi energi.

Substitusi BBM menjadi BBN merupakan strategis pemerintah melalui Pertamina untuk mengurangi defisit neraca perdagangan, akibat tingginya impor BBM.

Substitusi ini sekaligus mendorong bauran energi baru terbarukan di dalam negeri. Selama 2022 realisasi EBT pada bauran energi primer baru menyentuh 12,3 persen, sehingga diperlukan upaya agresif untuk mengejar capaian bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025, salah satunya peningkatan substitusi BBM ke BBN. 

Masifkan Program Energi Hijau

Pertamina memang agresif menjalankan program energi hijau. Tak tanggung-tanggung, perusahaan mengalokasikan 14,5 persen dari total capital expenditure (capex) atau modal kerja untuk investasi di sektor green business alis bisnis energi hijau. Nicke menyebut jumlah anggarannya sangat tinggi dibandingkan nilai investasi yang digelontorkan perusahaan energi lainnya.
Di mana, nominal dana yang dipakai perusahaan lain hanya satu digit saja. Strategi investasi Pertamina di green business sudah diatur dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP). Upaya tersebut guna mendorong capaian NZE pada 2060 atau lebih, termasuk memaksimalkan pemanfaatan sumber energi rendah karbon. 

"Masih banyak PR (pekerjaan rumah) yang kita kerjakan, di mana di tahun 2024, kita sekarang sudah mulai menyusun target 2024 dan alokasi anggarannya kita sudah melakukan taksonomi dengan melakukan sustainability budget tagging (SBT), jadi ada budget-budget yang kita tagging khusus untuk program net zero emission ini," ungkapnya.

Dia merinci sejumlah strategi untuk mencapai NZE diantaranya, menggunakan teknologi Carbon Capture, Utilization & Storage (CCUS), efisiensi kilang dan blok migas, menjalankan program Langit Biru dengan menyediakan produk BBM yang ramah lingkungan, termasuk pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN). 

Di level implementasi, berbarengan dengan pemanfaatan biodiesel yang terus ditingkatkan, BUMN migas pelat merah juga masif memanfaatkan bioetanol, green hydrogen, hingga geothermal atau panas bumi. Sebagai contoh, pada Juli 2023 PT Pertamina Patra Niaga memperkenalkan BBM Pertamax Green 95, bahan bakar ramah lingkungan yang dihasilkan dari campuran gasoline (bensin) dan bioetanol 5 persen (E5).  

"Setelah biodiesel, B35 berhasil kita akan masuk ke gasolin karena gasoline ini juga impor, sedangkan kita juga memiliki sumber daya untuk bioetanol yang cukup besar, baik itu tebu, kasyafah, jagung, dan juga sorgung. Selain itu juga, dari setiap BBB ini bisa kita proses menjadi energi," papar dia. 

Pada tahap awal, Pertamax Green 95 baru tersedia di 10 SPBU di Surabaya dan 5 SPBU di Jakarta, dengan harga jual Rp 13.500 per liter. Namun begitu, pemerintah akan memperluas pasar Pertamax Green 95 ke lokasi lainnya.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Yudo Dwinanda Priaadi, mengatakan implementasi E5 diperluas pada skala yang besar. Hasil implementasi pada area terbatas akan direview untuk menjadi bahan pelajaran dalam menyiapkan implementasi bioetanol pada area yang lebih luas. 

"Kami sangat mengapresiasi upaya seluruh pihak yang terlibat, yang terus mendukung upaya transisi energi melalui upaya pencampuran BBN jenis Bioetanol, implementasi E5 di Surabaya merupakan langkah kecil yang akan menentukan pencapaian implementasi bioetanol selanjutnya," tutur Yudo.

Menurutnya, langkah pengurangan impor bensin melalui pemanfaatan bioetanol menjadi perhatian serius pemerintah. Hal ini menyusul diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel). 

Potensi hilirisasi bioetanol berbasis tebu, kata Yudo, membuka peluang menciptakan ketahanan energi melalui pengurangan ketergantungan impor bahan bakar minyak, sekaligus menciptakan bauran EBT.

Sementara itu, Kementerian ESDM mencatat manfaat lain bioetanol berupa pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 43 persen, termasuk CO2, NOx dan Partikel PM2.5. Penurunan emisi dapat terjadi karena etanol sebagai gasohol memiliki nilai oktan (RON) sebesar 128, sehingga pencampuran dengan bensin akan meningkatkan kadar oktan dan kualitas pembakaran BBM.

Editor: Puti Aini Yasmin

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut