Ini 6 Fakta Penting yang Harus Diketahui tentang Aturan Ojek Online
JAKARTA, iNews.id - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) resmi menerbitkan aturan ojek online pada tanggal 11 Maret 2019. Beleid itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12 tahun 2019.
Ada sejumlah poin yang diatur yang menyangkut lima aspek, yaitu keselamatan, keamanan, kenyamanan, keterjangkauan, dan keteraturan. Berikut enam fakta penting tentang aturan ojek online:
1. Pengemudi ojek harus sopan hingga "kuasai" jalan
Sebagai transportasi umum, aspek keamanan dan kenyamanan bagi penumpang menjadi poin penting dalam Permenhub 12/2019 sebagai standar pelayanan minimum (SPM). Berbagai syarat diatur mulai dari cara berpakaian yang bersih dan rapi hingga perilaku yang harus ramah dan sopan.
Pengemudi ojek harus menggunakan kelengkapan standar minimal seperti helm ber-SNI, pakaian yang bersih dan rapi, jaket dengan bahan yang bisa memantulkan cahaya, celana panjang, sepatu, sarung tangan, dan siap sedia membawa jas hujan.
Keahlian pengemudi dalam berkendara juga penting. Mereka harus memiliki SIM C, menguasai wilayah operasi, hingga mengerti aturan lalu lintas dengan benar di samping kondisi fisik yang prima serta larangan merokok dan melakukan aktivitas lain seperti melihat GPS saat berkendara.
Untuk kenyamanan, sepeda motor mereka juga harus dirawat secara rutin. Penumpang yang dibawa tidak boleh lebih dari satu orang. Demi keamanan bersama, pengemudi dan penumpang dilarang keras membawa senjata tajam.
2. Formula tarif ditetapkan, besaran masih dibahas
Aturan yang baru saja diterbitkan pemerintah itu tidak menyebutkan secara spesifik soal tarif ojek online per kilometer (km). Isu ini menjadi yang paling alot saat pembahasan aturan ojek online.
Meski begitu, pasal 11 Permenhub 12/2019 mengatur soal formula yang menjadi dasar perhitungan biaya jasa. Ada 12 komponen mulai di antaranya penyusutan kendaraan, BBM, pajak kendaraan bermotor, dan pulsa.
Besaran tarif ojek online dipastikan akan dituangkan dalam SK Menhub yang dievaluasi setiap tiga bulan sekali. SK Menhub akan terbit minggu depan. Kemenhub membocorkan tarif tersebut diambil dari median usulan Go-jek Cs dan tuntutan pengemudi.
Aplikator mengusulkan tarif Rp1.600 per km sementara pengemudi menuntut tarif Rp3.000 per km. Dengan demikian, tarifnya ada di kisaran Rp2.300 per km. Selain 12 komponen jasa, kemampuan bayar penumpang menjadi faktor tidak tertulis untuk menentukan tarif.
3. Aplikator wajib sediakan shelter
Keberadaan ojek online yang menjamur membuat sejumlah titik kerap terjadi kemacetan seperti di stasiun, terminal, pusat perbelanjaan, perkantoran, dan sebagainya.
Untuk itu, pemerintah mewajibkan Go-jek untuk membangun shelter, sehingga pengemudi tidak parkir sembarangan. Dalam pasal 8 secara eksplisit disebutkan, pengemudi harus berhenti dan parkir di tempat yang tidak mengganggu kelancaran lalu lintas.
Aturan yang sama juga menyebut bahwa pembangunan shelter menjadi kewajiban aplikator. Namun, pemerintah menyatakan akan membantu penyediaan shelter tersebut.
4. Kebijakan suspend dan putus mitra harus jelas
Pemblokiran aplikasi (suspend) kerap dikeluhkan oleh pengemudi ojek online karena dinilai tidak transparan. Aplikator kerap memblokir aplikasi pengemudi dengan berbagai alasan, mulai dari soal kecuranan hingga pengemudi tidak "menarik" penumpang dalam jangka waktu tertentu.
Dalam aturan ini, aplikator wajib menyusun SOP yang jelas soal kebijakan suspend hingga putus mitra. SOP ini harus memuat soal jenis, tingkatan, tahapan, dan pencabutan sanksi. SOP ini harus dibahas bersama dan disosialisasikan kepada mitra kerja.
5. Selain ojek online, juga berlaku untuk ojek pangkalan
Permenhub 12/2019 rupanya bukan hanya berlaku bagi ojek online meski dibahas para pemangku kepentingan yang terkait ojek online. Aturan itu memang mengatur lebih banyak bagi ojek online seperti soal biaya jasa hingga kemitraan antara aplikator dan pengemudi.
Namun, ojek pangkalan juga harus mengikuti aturan itu. Dalam pasal 2 ditegaskan, sepeda motor yang menjadi objek aturan tersebut bukan hanya yang berbasis aplikasi, melainkan tanpa aplikasi.
Pemerintah meminta agar ojek pangkalan mengikuti aspek keselamatan dan keamanan. Artinya, mereka harus menggunakan kelengkapan minimal seperti helm, jaket, celana panjang, sepatu, dan lain-lain serta mematuhi aturan lalu lintas.
Dalam konteks ojek online, syarat-syarat tersebut diawasi oleh aplikator bersama kepolisian. Sementara ojek pangkalan diserahkan sepenuhnya kepada kepolisian untuk menilang apabila ada aturan yang tidak ditaati.
6. Picu kontroversi
Saat aturan ini dibahas, muncul kontroversi soal legalitas ojek online sebagai angkutan umum. Pasalnya, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan (LLAJ) tidak memasukkan kendaraan roda dua dalam kategori angkutan umum.
Organda menjadi pihak yang menentang legalisasi ojek sebagai angkutan umum. Namun, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berdalih absennya ojek online dalam UU 22/2009 memberikan ruang bagi pemerintah melakukan diskresi kebijakan.
Apapun argumennya, Permenhub tersebut tetap terbuka untuk digugat di Mahkamah Agung. Sejak jauh-jauh hari, Organda menjadi salah satu pihak yang menyatakan kesiapannya menempuh jalur hukum jika aturan itu diterbitkan.
Editor: Rahmat Fiansyah