Ini Strategi Pertamina Antisipasi Kenaikan Harga Minyak Mentah Imbas Konflik Palestina-Israel
JAKARTA, iNews.id - Konflik Palestina-Israel yang semakin memanas disebut berpengaruh terhadap pergerakan harga minyak mentah global. VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso menyampaikan, pihaknya terus mengamati pergerakan harga minyak yang berpotensi mengalami kenaikan menyusul memanasnya konflik tersebut.
Dia pun berharap agar perang kedua pihak tidak terlalu berdampak pada harga minyak.
"Kami terus mengamati situasi yang berkembang, diharapkan tidak terlalu berdampak," ujar Fadjar kepada iNews.id, Jumat (13/10/2023).
Meski kedua negara itu bukan pemain minyak besar dunia, namun diungkapkan Fadjar, pihkaknya telah menyiapkan beberapa langkah antisipasi.
"Antisipasi kami yaitu melakukan optimasi sourcing feedstock seperti optimalisasi crude berupa penyerapan crude domestik dan penjajakan alternatif atau substitusi crude impor eksisting baik dari sisi jenis maupun lokasi atau produsennya," kata Fadjar.
Sebelumnya, Industri & Regional of Chief Economist Bank Mandiri Ahmad Zuhdi menilai, meletusnya perang antara Hamas Palestina dan Israel memang akan menimbulkan sentimen positif ke harga minyak dunia.
"Tapi (sentimen positif) tersebut tidak besar. Karena permintaan minyak dunia dalam kondisi menurun karena adanya peningkatan dan kenaikan index dollar," jelasnya ketika dihubungi iNews.id, Selasa (10/10/2023).
Belum lagi, lanjut Ahmad, pemulihan ekonomi China yang saat ini sedang terhambat. Dia menambahkan, dampak yang lebih besar pun bisa terjadi apabila perang ini merembet ke negara lain seperti Iran dan Amerika Serikat.
"Sejauh ini tidak ada dampak ke sektor lain yg berarti," tuturnya.
Lebih lanjut, Ahmad berspekulasi bahwa Iran bisa saja memberikan tekanan ke Selat Hormuz. Apabila hal itu terjadi, maka lalu lintas lapal pengangkut minyak bisa terhambat.
Namun demikian, Ahmad Zuhdi memperkirakan, meskipun dalam jangka pendek minyak dunia akan mengalami kenaikan harga namun tidak melebihi level 95 dolar AS per barel.
"Kami melihat tidak akan lebih dari 95 dolar AS per barel," katanya.
Editor: Aditya Pratama