Kecewa Kuota Impor Baja Meningkat, Hipmi: Perlu Ketegasan Pemerintah
JAKARTA, iNews.id - Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi), Anggawira, menyampaikan rasa kecewa karena kuota impor baja kembali menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi kenaikan impor baja sebesar 23 persen menjadi 4,8 juta ton pada 2021, dari sebelumnya 3,9 juta ton pada 2020.
"Kami menyayangkan kuota impor baja menunjukan peningkatan di saat industri baja dalam negeri sedang berupaya meningkatkan kinerjanya sekalipun pandemi Covid-19 belum usai," ujar Anggawira, dalam acara Indonesia Economic Outlook 2022 di Financial Hall CIMB Niaga, Jakarta, Selasa (25/1/2022).
Menurut dia, ada beberapa hal yang mendorong terjadinya peningkatan impor ini, di antaranya adalah praktik unfair trade, yaitu dengan melakukan dumping dan pengalihan pos tarif.
Dia mengungkapkan, ada upaya-upaya dari importir yang selama ini mendapatkan keuntungan besar dari mekanisme impor yang tidak rela dengan berkembangnya industri baja nasional dan mencari kambing hitam. Hal itu, perlu diklarifikasi oleh Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) yang sudah menyampaikan secara terbuka.
"Ini perlu diklarifikasi oleh BPP Ginsi yang sudah memberikan statement secara terbuka, siapa perusahaan pelat merah yang disebutkan. Perlu ada ketegasan pemerintah dalam mengatur, Krakatau Steel saat ini juga dalam posisi baik dan makin membaik artinya selama ini pengetatan impor adalah hal yang baik," ujar kata Anggawira.
Dalam menghadapi hal ini, lanjutnya, produsen baja nasional berharap agar pemerintah memperketat ijin impor untuk produk-produk yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri.
Dia menjelaskan, bila tidak segera dilakukan pengendalian kuota impor, maka dikhawatirkan peningkatan impor akan terus berlangsung sampai di 2022 dan ini akan berakibat pada terganggunya investasi yang sudah dilakukan di industri baja Indonesia.
"Jika memang ada hal-hal yang mengupayakan pemerintah melalui kementerian terkait dalam menekan laju importasi baja, lebih baik diungkapkan saja secara terbuka. Ini yang kami harapkan karena dalam situasi sekarang kita perlu upaya bersama dari stakeholder, apalagi di dunia usaha untuk membangun kemandirian industri nasional kita," ungkap Anggawira.
Dia mengatakan, pelaku industri membutuhkan perlindungan yang dapat mendorong kesempatan bersaing yang adil dan melindungi investor industri baja melalui terciptanya iklim perdagangan yang lebih sehat. Sehingga, industri nasional dapat berkembang dan situasi Covid-19 yang ada diharapkan industri nasional mampu lebih berkembang lagi.
"Apalagi industri baja sebagai mother of industry perlu diperkuat industri baja nasional dengan menekan laju impor yang selama berapa tahun belakangan dilakukan secara brutal-brutalan, ini diperlukan. Saya harap, Ginsi bisa juga mendukung upaya-upaya ini, bukan memberikan polemik yang kami rasa dari HIPMI ini bisa membuat situasi tidak kondusif," tutur Anggawira.
Seperti diketahui, Ginsi menyindir perusahaan baja pelat merah yang selama ini telah memperoleh berbagai kemudahan fasilitas ekspor logam maupun besi dari negara, namun industrinya tidak bisa berkembang optimal.
Editor: Jeanny Aipassa