JAKARTA, iNews.id - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merespons kenaikan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) di DKI Jakarta menjadi 10 persen, dari sebelumnya 5 persen. Kenaikan tersebut ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga tidak menafikan bahwa kenaikan pajak PBBKB ikut mengerek harga Bahan Bakar Minyak (BBM) baik subsidi dan non-subsidi. Pasalnya, komponen penentu harga BBM salah satunya berasal dari PBBKB.
Penjualan Kendaraan Bermotor Naik di Oktober 2025, Industri Otomotif Mulai Pulih
Meski begitu, Arya menegaskan naik atau tidaknya harga BBM imbas dari kenaikan pajak PBBKB menjadi wewenang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sementara, Kementerian BUMN melalui PT Pertamina (Persero) hanya selaku pelaksana kebijakan saja.
Dengan kata lain, kenaikan harga BBM bukan menjadi wewenang BUMN di sektor minyak dan gas bumi (migas) itu.
Harga BBM Pertamina 30 Januari 2024 Terbaru dari Pertalite hingga Pertamax
“Naik gak naik BBM itu tergantung pada Kementerian Teknis (ESDM), bukan Kementerian BUMN, dalam arti Pertamina, Pertamina mah ikut aja,” kata Arya saat ditemui di Terminal III Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Selasa (30/1/2024).
Saat ini, Kementerian BUMN masih menunggu kebijakan dari Kementerian ESDM terkait kenaikan harga BBM, pascapemerintah daerah DKI Jakarta menaikan PBBKB.
“Kita kan tunggu mereka, diputuskan sama mereka, maka kita hargakan, harga BBM kan kalau harga BBM yang disubsidi tergantung pada Kementerian Teknis-nya, kalau harga BBM non-subsidi tergantung market-nya,” tuturnya.
Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan, PBBKB masuk dalam komponen pembentukan harga BBM. Dengan adanya kenaikan dari 5 persen menjadi 10 persen itu tentu akan berimbas pada kenaikan harga BBM.
"Saya kira kenaikan pajaknya dilekatkan pada harga sehingga pasti ada kenaikan 10 persen, misalnya sekarang yang dinaikan misalnya harganya Rp10.000 naik jadi Rp11.000," kata Fahmi.
Menurutnya, kenaikan PBBKB kurang tepat jika diterapkan pada tahun politik saat ini. Pasalnya, hal ini dapat menimbulkan gejolak sosial.
"Saya kira tahun politik ini tidak akan diterapkan, secara meluas karena itu akan mempunyai dampak terhadap peningkatan inflasi kemudian penurunan daya beli dan ini bisa memicu pergolakan sosial dan itu berbahaya," tuturnya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerbitkan Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, di mana Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) mengalami kenaikan menjadi 10 persen dari sebelumnya 5 persen. Perda tersebut diteken oleh Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono pada 5 Januari 2024.
Dalam Pasal 23 Perda anyar tersebut dijelaskan bahwa dasar pengenaan PBBKB merupakan nilai jual PBBKB sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai.
Pada Pasal 24, poin 1 tertulis tarif PBBKB ditetapkan sebesar 10 persen. Pada poin 2 tertulis khusus tarif PBBKB untuk bahan bakar kendaraan umum ditetapkan sebesar 50 persen dari tarif PBBKB untuk kendaraan pribadi.
"Besaran pokok PBBKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBBKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dengan tarif PBBKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24," sebut poin 1 Pasal 25 Perda 1/2024.
"Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," tulis Pasal 118 Perda 1/2024.
Editor: Aditya Pratama
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku