Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Potret Prabowo Mampir ke Toko Buku di Washington DC, Beli Apa?
Advertisement . Scroll to see content

Kisah Haji Masagung, Mualaf Pendiri Toko Gunung Agung, Awalnya Jualan Rokok dan Bir

Senin, 22 Mei 2023 - 14:26:00 WIB
Kisah Haji Masagung, Mualaf Pendiri Toko Gunung Agung, Awalnya Jualan Rokok dan Bir
Kisah Haji Masagung, mualaf pendiri Toko Gunung Agung, awalnya jualan rokok dan bir. Foto: Toko Gunung Agung/IG Gunung Agung
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Toko buku legendaris, Toko Gunung Agung akan menutup semua outletnya di Indonesia pada akhir tahun ini setelah 70 tahun berdiri karena kerugian yang dialami. Toko buku ini didirikan pada 1953 oleh seorang mualaf bernama Tjio Wie Tay, yang kemudian dikenal sebagai Haji Masagung

Lantas, siapa sosok di balik berdirinya Toko Gunung Agung?

Pendiri Toko Gunung Agung

Dikutip dari sejumlah sumber, dia adalah Tjio Wie Tay atau yang dikenal dengan Masagung. Dia lahir di Jakarta, 8 September 1927.

Wie Tay merupakan anak keempat dari lima bersaudara pasangan Tjio Koan An dan Tjoa Poppi Nio. Dia menjadi yatim ketika berusia empat tahun. Sejak ditinggal ayahnya, Wie Tay mengalami kesulitan ekonomi dan menjadi anak nakal.

Meski begitu, Wie Tay tumbuh menjadi anak pemberani. Dia tidak takut bergaul dengan siapa saja, termasuk dengan tentara Jepang yang ketika itu mulai masuk ke Banten. Bahkan dari tentara Jepang, dia mendapatkan satu sepeda untuk Wie Tay memulai usaha.

Demi memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya, dia bahkan mencuri buku milik kakaknya untuk kemudian dijual lagi seharga 50 sen. Setelah stok bukunya habis, dia menjadi manusia karet di panggung pertunjukkan senam dan aerobik.

Sebelum membuka toko buku, Wie Tay lebih dulu menggeluti pekerjaan sebagai pedagang rokok keliling di daerah Senen dan Glodok. Dari hasil jualannya, dia mulai menabung dan membeli meja untuk berjualan karena saat itu belum mampu membuka kios sendiri.

Selain berjualan rokok, dia juga mulai melebarkan sayapnya ke bisnis lain, yakni berjualan bir dan buku. Semula, dia menjual buku-buku impor berbahasa Belanda yang ternyata laris manis.

Hingga akhirnya, Wie Tay beserta dua sahabatnya, yakni Lie Tay San dan The Kie Hoat mendirikan toko buku dan alat tulis yang berlokasi di Kwitang, Jakarta Pusat. Namun, perjalanan ketiganya merintis bisnis tak mulus, saat Wie Tay mengusulkan kepada sahabatnya untuk melakukan penambahan modal guna memperbesar bisnisnya, Lie Tay San keberatan dan mundur dari bisnis mereka.

Kemudian, Wie Tay bersama Kie Hoat mendirikan toko buku sendiri yang diberi nama Gunung Agung, yang berarti besar. Toko buku itu terus berkembang pesat, bahkan kerap menerima pesanan dari luar kota.

Saat peresmian Toko Gunung Agung, Wie Tay menggelar pameran buku. Dengan modal Rp500.000, Gunung Agung mampu memamerkan kurang lebih 10.000 buku. Setahun setelahnya, Wie Tay kembali menggelar pameran buku yang lebih besar bernama Pekan Buku Indonesia 1954. 

Pada pameran ini, Gunung Agung (GA) memulai tradisi penyusunan bibliografi (daftar buku lengkap) dalam bentuk katalog. Bahkan, GA membentuk tim khusus bernama Bibliografi Buku Indonesia yang dipimpin Ali Amran, yang juga menjadi kepala bagian Penerbit PT Gunung Agung. 

Lewat pameran tersebut, Wie Tay berkenalan dengan Presiden dan Wakil Presiden pertama RI, Soekarno dan Mohammad Hatta. Dari perkenalan itu, Gunung Agung dipercaya menggelar pameran buku di Medan dalam rangka Kongres Bahasa tahun 1954. 

Gunung Agung pun semakin berkembang pesat dengan mendirikan gedung tiga lantai di Jalan Kwitang No. 6. Gedung baru Gunung Agung tersebut diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 1963.

Pada tahun yang sama, Wie Tay mengubah namanya menjadi Masagung. Dia kemudian memutuskan memeluk Islam pada 1967. Usai menjadi mualaf, Wie Tay mendirikan lembaga amal bernama Yayasan Idayu dan Pusat Informasi Islam, juga membangun banyak masjid dan panti asuhan. 

Namun, setelah kurang lebih 70 tahun berdiri, toko buku Gunung Agung bangkrut dan akan segera menutup seluruh outletnya karena terus mengalami kerugian. Penutupan gerai bahkan sudah dilakukan sejak 10 tahun lalu, dan terus meningkat saat pandemi Covid-19 melanda.

Sejak awal pandemi, perusahaan telah melakukan langkah efisiensi dengan menutup beberapa outlet di beberapa kota, seperti Surabaya, Semarang, Gresik, Magelang, Bogor, Bekasi, dan Jakarta. Kini tersisa lima gerai Toko Buku Gunung Agung yang semuanya akan ditutup pada akhir tahun ini. 

Editor: Jujuk Ernawati

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut