Kisah Pendiri Jamu Sido Muncul, Bebas dari Utang Ratusan Miliar Berkat Mbah Marijan

JAKARTA, iNews.id - Kisah Pendiri Jamu Sido Muncul tak lepas dari perjuangan panjang bisnis keluarga. Siapa sangka, perusahaan Jamu Sido Muncul yang terkemuka di Indonesia pernah terlilit utang ratusan miliar, namun bebas dari utang itu berkat dukungan Mbah Marijan.
PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk didirikan oleh sepasang suami istri, Rakhmat Sulistio (Siem Thiam Hie) dan Ny Rakhmat Sulistio atau Sri Agustina (Go Djing Nio).
Pada tahun 1930, pasangan suami istri ini mulai merintis usaha dengan membuat toko roti yang bernama nama Roti Muncul, di Yogyakarta. Pada tahun yang sama, Ny Rakhmat Sulistyo mulai meracik jamu masuk angin yang kini dikenal dengan nama Tolak Angin.
Berbekal kemahiran Ny Rakhmat Sulistyo dalam mengolah jamu dan rempah-rempah, pasangan ini memutuskan membuka usaha jamu di Yogyakarta pada tahun 1935. Mereka terus melakukan inovasi, hingga pada tahun 1940, dibuatlah produk jamu dalam bentuk godokan atau rebusan serta memasarkannya.
Namun pada tahun 1949, Kolonial Belanda melakukan penyerangan ke Kota Yogyakarta, sehingga pasangan suami istri ini mengungsi dari Yogyakarta ke Semarang dan mendirikan usaha jamu di sana. Cucunya Irwan Hidayat pun turut serta bersama mereka.
Pada tahun 1951, pasangan suami istri itu mulai serius untuk memproduksi jamu dengan mendirikan usaha rumahan sederhana dengan nama Sido Muncul, yang memiliki arti "impian yang terwujud". Mereka pun mengubah nama jamu tujuh angin menjadi Tolak Angin.
Bisnis jamu itu dirintis dari usaha rumahan di Jalan Bugangan Nomer 25, Semarang, Jawa Tengah, dengan mempekerjakan tiga karyawan perempuan.
Tak disangka, usaha mereka disambut baik oleh masyarakat. Alhasil pada tahun 1953, mereka berhasil mendirikan pabrik pertamanya yang berlokasi di Jalan Mlaten Trenggulun, Nomer 104, Semarang. Kemudian pada tahun 1970 dibentuklah CV Industri Jamu & Farmasi Sido Muncul.
Tak perlu waktu lama, Bentuk CV Sido Muncul berubah menjadi Perseroan Terbatas atau PT dengan nama PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul pada tahun 1975. Kemudian, pada 1984, perseroan merelokasi pabrik tersebut menjadi pabrik yang lebih modern di Jalan Kaligawe, Semarang.
Perjalanan bisnis pasangan ini tidaklah mulus. Pada 1972, Sido Muncul memiliki utang sebesar Rp46 juta yang pada saat itu merupakan nominal yang sangat besar karena penjualan jamu perseroan saat itu hanya Rp800.000.
Kemudian cucu mereka, Irwan Hidayat yang saat itu menjadi Direktur Sido Muncul, berupaya untuk menyelamatkan perseroan dengan menghadirkan ide berupa program serta iklan yang membuahkan hasil.
Perseroan membuat pil untuk wanita dan mengiklankan lewat radio. Sejak saat itu, angka penjualan naik hingga Rp12 juta per bulan dan berhasil melunasi utangnya setelah delapan bulan.
Pada 1997, perseroan membangun pabrik jamu modern seluas 30 hektare (ha) di Klepu, Ungaran. Tiga tahun kemudian, Sido Muncul meresmikan pabrik baru. Pada 2004, Sido Muncul telah memproduksi lebih dari 250 jenis produk.
Namun di tahun itu juga, perseroan mengalami kerugian dan hampir bangkrut karena terlilit utang sebesar Rp160 miliar, dengan pemasukan hanya Rp10 miliar.
Pada saat itu, cucu mereka, Irwan Hidayat, kembali membalikkan keadaan dengan menggaet Mbah Marijan sebagai bintang iklan produk minuman serbuk Kuku Bima Energi.
Tak disangka, produk yang diiklankan Mbah Marijan yang merupakan Juru Kunci Gunung Merapi dan sosok berpengaruh di Yogyakarta pada saat itu, laku keras. Sido Muncul pun menuai untung dan bebas dari lilitan utang, bahkan terus melebarkan bisnis.
Pada 2013, Sido Muncul memiliki 109 distributor di seluruh Indonesia. Berbagai produk unggulan telah diekspor ke sejumlah negara Asia Tenggara.
Saat ini, Sido Muncul memiliki lebih dari 300 jenis produk, dan 122 titik distribusi di seluruh Indonesia. Sementara jumlah karyawan perseroan mencapai lebih dari 4.000 orang.
Demikian Kisah Pendiri Jamu Sido Muncul, yang melalui perjalanan panjang dalam berbisnis bahkan pernah dililit utang ratusan miliar, namun kini menjadi perusahaan jamu terkemuka di Indonesia.
Editor: Jeanny Aipassa