Kisah Sukses Robin Li, Jadi Miliarder Berkat Mesin Pencari Baidu
BEIJING, iNews.id - Perkembangan sektor teknologi begitu pesat, terutama dengan kemunculan internet yang telah merubah tatanan kehidupan masyarakat. Hadirnya internet menciptakan berbagai peluang dan kesempatan baru.
Robin Li, merupakan seorang ahli teknologi yang mengambil kesempatan untuk memanfaatkan hadirnya internet dengan mendirikan sebuah perusahaan mesin pencari di China yang dikenal dengan Baidu.
Baidu adalah mesin pencari (search engine) serupa Google versi China yang telah berhasil mengantarkan Robin Li menjadi seorang miliarder.
Menurut data Forbes, kekayaan Robin mencapai 4,6 miliar dolar AS atau setara Rp71,86 triliun.
Dilansir dari berbagai sumber, Robin Li lahir di Yangquan, Shanxi, China pada 17 November 1968. Anak keempat dari lima bersaudara tersebut dibesarkan selama Revolusi Kebudayaan brutal China.
Sebagai informasi, saat itu Provinsi Shanxi adalah daerah terbelakang, dimana tidak ada sumber daya pendidikan yang baik. Terlepas dari penindasan yang mengelilinginya, dia tetap fokus pada hobinya yakni mengumpulkan perangko. Meski demikian, dia cukup cerdas untuk masuk ke sekolah paling bergengsi di negara itu, Universitas Beijing, di mana dia berkecimpung dalam ilmu komputer.
Sayangnya, saat terjadi demonstrasi pro-demokrasi di Lapangan Tiananmen pada 1989, pemerintah China memutuskan untuk menutup kampus mereka. Setahun kemudian dia mulai berpikir untuk belajar di luar negeri dan pada saat dia lulus pada 1991 dia siap untuk meninggalkan tanah airnya.
Menurutnya, China adalah tempat yang menyedihkan, karena tidak memiliki harapan. Dia pun mendaftar ke tiga program pascasarjana teratas dalam ilmu komputer di Amerika. Frustasi karena tidak mengerti, dia pun mengirimkan 20 lamaran ke berbagai Universitas. Namun, hanya SUNY Buffalo yang kemudian menerimanya.
Li pun masuk ke sana dan mendapatkan gelar Ph.D. ilmu komputer. Dia kemudian menyelesaikan gelar masternya pada 1994 dan bergabung dengan divisi New Jersey dari Dow Jones & Company, di mana dia membantu mengembangkan program perangkat lunak untuk edisi online The Wall Street Journal.
Dia pun terpikat pada boom teknologi yang terbentuk di Silicon Valley. Dia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk memecahkan salah satu masalah awal industri Internet: memilah informasi.
Terobosan datang pada 1996, ketika dia mengembangkan mekanisme pencarian yang dia sebut "analisis tautan", yang melibatkan penentuan peringkat popularitas Web situs berdasarkan berapa banyak situs Web lain yang terkait dengannya.
Segera setelah itu, dia pun menghadiri sebuah konferensi komputer di Silicon Valley dan mendirikan gerai sendiri guna menunjukkan temuan pencariannya. William I. Chang, yang saat itu adalah chief technology officer di Infoseek, bertemu dengan Mr. Li di konferensi dan merekrutnya untuk mengawasi pengembangan mesin pencari.
Setelah puas belajar di Amerika, Li pun mendirikan perusahaan pencari sendiri di China, dengan nama Baidu.
Dengan pemerintah China yang kerap melarang pertumbuhan internet di negaranya, dia pun harus berjuang mengembangkan Baidu. Namun, dengan penduduk China mencapai populasi 1,3 miliar, dan sekira 130 juta di antaranya adalah pengguna internet, maka China menjadi pasar online yang terbesar setelah Amerika.
Meski demikian, Baidu pun berhasil meyakinkan pemerintah China untuk membantu mereka melakukan sensor di situs Web-nya. Baidu pun mendominasi situs pencari di China karena mendapat dukungan dari pemerintah China, dan memblokir Google.
Saat ini, tidak ada perusahaan internet di China yang tumbuh secepat Baidu, yang memiliki lebih dari 50 persen pasar pay per click.
Pasar China yang dipenuhi dengan prospek perusahaan teknologi, perusahaan Internet Amerika telah gagal mendominasi di sini. Pada 2003, eBay membeli perusahaan pelelangan terbesar di China, tapi tetap gagal mendominasi. Senada, pada 2004 Amazon membeli merchandiser online Cina terbesar, tapi tetap saja kalah.
Dan sekarang, Google membangun tim peneliti besar di Beijing, tidak jauh dari markas Baidu. Namun analis mengatakan tidak akan mudah bagi Google untuk mengambil pasar Baidu.
Editor: Aditya Pratama